Menurutnya, KPK mempertimbangkan potensi konflik yang mungkin terjadi jika memanggil paksa tersangka dugaan suap dan gratifikasi APBD Provinsi Papua itu.
“Saya menduga KPK memperhitungkan potensi-potensi kerawanan sosial politik yang mungkin dapat terjadi ketika tidak hati-hati dan terlalu gegabah dalam melakukan langkah-langkah upaya paksa proses penegakan hukum,” kata Taufik pada Kompas.com, Sabtu (5/11/2022).
Dikatakan, KPK ingin memastikan langsung soal kondisi kesehatan Enembe.
Sebab, selama ini, Lukas Enembe tak menjalani pemeriksaan di Jakarta karena alasan perawatan sejumlah penyakit, termasuk stroke.
Meski demikian, Taufik meminta Firli menyampaikan alasannya ikut hadir menemui Enembe.
Taufik menyatakan, tak mau tindakan Firli itu menimbulkan polemik karena publik merasa ada perlakuan khusus yang diberikan KPK kepada tersangka tindak pidana korupsi.
“Tetap harus ada penjelasan dari Ketua KPK sebagai bentuk akuntabilitas proses hukum yang berjalan,” imbuhnya.
Diketahui, sebelumnya KPK mendapatkan kritikan karena ketuanya, yakni Firli Bahuri ikut serta dalam pemeriksaan terhadap Lukas Enembe di Papua.
Dalam foto yang beredar, Firli tampak menjabat tangan Gubernur Papua itu di depan meja makan.
Kedatangan Firli ke kediaman Lukas juga dikritik Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Kurnia menyebut, tidak memahami urgensi kehadiran Firli dalam pemeriksaan tersebut.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang KPK yang baru pimpinan KPK bukan lagi penyidik.
Selain itu, Kurnia menyebut, Firli juga bukan dokter yang bisa memeriksa kondisi kesehatan orang lain.
“Jadi, kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat,” kata Kurnia saat dihubungi Kompas.com.