Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Kepolisian disebut menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022 lalu.
Hal itu sebagaimana hasil survei dari Indikator Politik Indonesia dengan tema temuan 'Sikap Publik terhadap Tragedi Kanjuruhan dan Reformasi PSSI'.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, setidaknya ada 30 persen lebih responden yang menyatakan pihak kepolisian harus bertanggungjawab atas insiden ini.
"Kalau kita tanya siapa yang paling bertanggungjawab atas tewasnya ratusan penonton? Dari mereka yang tahu tragedi Kanjuruhan, 39,1 persen menyebut aparat kepolisian," kata Burhanuddin saat menyampaikan hasil surveinya secara daring, Minggu (13/11/2022).
"Terutama mereka (aparat kepolisian) yang membawa pelontar gas air mata," sambung Burhanuddin.
Adapun untuk pihak selanjutnya yang dinilai harus bertanggungjawab atas insiden ini adalah pihak penyelenggara Liga 1 dan PSSI.
Tak hanya itu, suporter yang disebut menjadi pemicu dari adanya kericuhan di Stadion Kanjuruhan juga diminta untuk bertanggungjawab, dan terakhir harus adanya pertanggungjawaban dari TNI.
"27,2 persen itu penyelenggara liga, 13 persen menyebut PSSI, 10,2 persen ada yang menyalahkan Suporter, 1,7 persen TNI," ucap Burhanuddin.
Meski demikian kata Burhanuddin, dari hasil tersebut, tidak ada pihak dominan yang diminta untuk bertanggungjawab.
Namun, sebagian besar dari masyarakat menyatakan mengetahui ratusan orang meninggal dunia itu karena adanya tembakan gas air mata ke arah tribun penonton.
"Jadi artinya tidak ada yang dominan meskipun paling banyak menyebut aparat kepolisian tidak ada yang di atas 50 persen," kata Burhanuddin.
Baca juga: Korban Tragedi Kanjuruhan Asal Sidoarjo Ikut Aksi Damai Pakai Kursi Roda: Saya Minta Keadilan
"Ada sebanyak 86,8 persen responden mengaku tahu Suporter tewas karena tembakan gas air mata," sambung dia.
Burhanuddin juga mengatakan, sebagian besar dari masyarakat atau responden juga tidak percaya adanya narasi kalau penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.