Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 29 huruf e Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal itu diketahui mengatur soal batas usia calon pimpinan KPK.
Johanis Tanak selaku Wakil Ketua KPK yang baru saja dilantik merespons gugatan yang diajukan rekan sekoleganya itu.
Menurut Johanis, apa yang dilakukan Ghufron adalah hal wajar sebagai warga negara Indonesia.
Baca juga: Nawawi Pomolango: KPK Wajib Sensitif Isu Korupsi, Tidak Bekerja Seperti Penjaga Gawang
Ketika siapapun merasa kepentingannya dirugikan, kata Johanis, berhak menggugatnya ke MK.
"Prinsip atau asas dalam ilmu hukum pada dasarnya memberi hak kepada siapa saja yang merasa kepentingannya dirugikan dapat mengajukan pemohonan judicial review ke Mahkamah Kontitusi terhadap suatu UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945," kata Johanis dalam pesan tertulis, Selasa (15/11/2022).
Sebagaimana diketahui, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggugat UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke MK.
Adapun pasal yang digugat Ghufron terkait dengan batas usia untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
"Pemohon (Nurul Ghufron) dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil (judicial review) Pasal 29 huruf (e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," sebagaimana dikutip dari salinan permohonan gugatan Ghufron pada Senin (14/11/2022).
Adapun Pasal 29 huruf (e) UU KPK disebut bahwa untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.
Sementara itu, dari alasan permohonan gugatan disebut bahwa umur pemohon ketika dilantik sebagai wakil ketua anggota pimpinan KPK periode 2019-2023 adalah 45 tahun dan umur pemohon ketika masa jabatannya berakhir adalah 49 tahun.
"Bahwa pengaturan umum yang ditetapkan dalam Pasal 29 huruf (e) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002, apabila dikaitkan dengan posisi pemohon yang saat ini aktif sebagai wakil ketua merangkap anggota pimpinan KPK kontradiktif dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjelaskan 'Pimpinan KPK memegang jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," ucap Ghufron dalam permohonannya.
Dengan demikian, kata dia, ketentuan Pasal 29 huruf (e) UU KPK dimaksud meniadakan hak untuk dipilih kembali menjadi pimpinan KPK untuk sekali masa jabatan selanjutnya sebagai diatur dalam Pasal 34 UU KPK, sehingga ketentuan Pasal 29 huruf (e) UU KPK melanggar hak konstitusional untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Baca juga: KPK Beri Sinyal Buka Penyelidikan Kasus Tambang Batu Bara Ilegal, Asal Ada yang Lapor
Dalam petitumnya, Ghufron meminta Majelis Hakim MK untuk menjatuhkan putusan, yakni mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan pada Pasal 29 huruf (e) UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally in constitutional) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan "berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan".
Selanjutnya, memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau dalam hal mahkamah berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Ghufron mengajukan gugatan itu pada Kamis (10/11/2022) melalui kuasa hukumnya, yaitu Walidi, Mohamad Misbah, dan Periati Br Ginting yang tergabung pada Law Office WALLY.ID and Partners.
Tribunnews.com telah berupaya menghubungi Nurul Ghufron untuk menanyakan lebih lanjut terkait permohonannya di MK ini, tapi belum diperoleh jawaban hingga saat ini.