Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah keluarga korban tragedi Kanjuruhan bakal mendatangi Bareskrim Polri dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Jumat (18/11/2022) besok.
Hal itu diungkapkan Sekjen Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) yang juga Tim Gabungan Aremania, Andy Irfan.
Andy mengatakan pihaknya mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan baru terkait tragedi Kanjuruhan.
"Ini penting dilakukan untuk mendorong perubahan konstruksi peristiwa pidana yang selama ini dibenarkan oleh kepolisian dalam mengembangkan proses hukum dalam tindak pidana yang terjadi di Kanjuruhan," kata Andy saat mendampingi keluarga korban di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).
Sementara, salah seorang tim kuasa hukum Gabungan Aremania, Nico Sesar Aditiya menuturkan selain ke Bareskrim pihaknya juga mendatangi LPSK.
"Kami juga akan hadir di LPSK. Setelah itu besok pagi seperti yang disampaikan Mas Andy Irfan tadi, kami akan melakukan upaya laporan ke Bareskrim Mabes Polri," ujarnya.
Saat di Komnas HAM, Andy menuntut agar menetapkan tragedi Kanjuruhan jadi pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Tagih Janji Jokowi, Keluarga Korban Tuntut Komnas HAM Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan
Andy menuturkan pihaknya mendatangi Komnas HAM guna untuk mengkonfirmasi ulang terkait proses yang dilakukannya terhadap komisioner-komisioner lama.
"Hari ini kami bertemu bersama teman-teman komisioner yang baru di Komnas HAM, untuk follow up dari yang kami protes di komisioner yang lama soal rekomendasi Komnas HAM yang menurut kami itu sangat terburu-buru," kata Andy.
Ia mengeklaim menemukan sejumlah dugaan kategori pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tragedi Kanjuruhan.
"Kita harap komisioner yang baru di Komnas HAM ini bisa segera membentuk tim penyelidikan Ad Hoc dugaan pelanggaran HAM berat di Kanjuruhan," ujar Andy.
Andy menegaskan tragedi Kanjuruhan harus dijadikan pelanggaran HAM berat karena ada dugaan serangan yang dilakukan secara sistematis oleh polisi.
"Salah unsur penting dalam kejahatan HAM itu adalah adanya serangan yang sistematik dan meluas," ungkap dia.
Ia pun mengungkapkan pada 1 Oktober 2022 itu aparat kepolisian mengeluarkan 45 tembakan gas air mata kurang lebih sekitar enam menit.
"Peristiwa di kanjuruhan di 1 oktober itu ada 6 menit yang mematikan. Jadi selama 6 menit itu personel kepolisian dari Brimob menembakan 45 tembakan gas air mata," ucap Andy.
Andy menuturkan serangan gas air mata tersebut malah ditembakkan ke arah tribun, bukan kepada penonton yang terjun ke lapangan.
"Gas air mata tidak ditembakkan ke arah penonton yang ke lapangan tapi ke arah tribun juga. Ada tanggung jawab komando di situ yang sangat terorganisir dengan jelas bahwa Brimob melakukan serangan itu bukan secara impulsif tapi sistematis," tegasnya.
Lebih lanjut, Andy menerangkan akibat tembakan tersebut terdapat puluhan orang meninggal di tribun, bukan berdesak-desakan di pintu.