Saat memasuki era pemerintaan parlementer, mereka harus menghadapi Sistem ketatanegaraan yang berubah.
Saat itu, sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai.
Sehingga mulai saat itu yang dapat mengganti dan memegang kendali pemerintahan adalah para politisi dan tokoh partai.
Tidak hanya itu, para politisi dan tokoh partai juga memimpin berbagai departemen hingga menyeleksi pegawai negeri.
Namun partai yang mendominasi pada saat itu dianggap cukup mengganggu pelayanan publik.
Oleh karena itu, adanya dominasi partai membuat PNS menjadi alat politik.
Padahal seharusnya PNS memiliki fungsi melayani masyarakat.
Setelah itu, PNS juga menjadi terkotak-kotak.
Sementara dalam kenaikan PNS juga dinilai tidak fair.
Pasalnya, kenaikan pangkat dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan Departemennya.
Keadaan PNS ini terus berlangsung hingga adanya Dekrit Presiden.
Dekrit Pesiden dikeluarkan pada 5 Juli 1959.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden membuat sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.
Kemudian pada masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).