"Ekosistem tersebut berakar pada sains, teknologi dan estetika beserta nilai hidup yang tidak dipisahkan satu sama lainnya untuk mewujudkan peradaban."
"Maka karya seni sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan, merupakan manifestasi manusia dalam cara pikir, tindak dan bereaksi baik dalam bentuk karya rupa, seni pertunjukkan, sastra hingga film."
"Ini seperti oase, seperti suatu ekosistem yang menjadi ruang menemukan kesuburan kehidupan," jelas Garin.
Dalam sebuah karya seni, menurut Garin, terkandung gabungan kompleks ilmu pengetahuan baik itu ilmu ekonomi, politik, sosial, teknologi hingga humaniora.
"Peran seni yang didifinisikan dengan begitu banyak istilah, sebutlah peran estetis simbolis dalam hubungan dengan hasrat kemanusiaan yang sering tersembunyi, maupun peran kebenaran ekstensial tidak sekedar keindahan, reperestasi kenyataan, renungan, pertanyaan maupun pembongkaran, atau bahkan interpetasi."
"Pada persepktif ini, seni (dapat memberikan kebebasan) intepretasi, sehingga esensinya menjadi demokrasi," lanjut Garin.
Baca juga: Hadir di Rosi Kompas TV, Garin Nugroho: Kalau Tidak Berdarah Saya Tidak Merasakan Menjadi Manusia
Oleh karena itu, guna mengruaikan lebih jauh strategi budaya sebagi Oase, Garin pun mendokumentasikan pemikirannya melalui sebuah buku.
Buku dengan jumlah halaman 251 ini menghadirkan pembahasan yang menarik.
Adapu di antaranya mengenai kebudayaan Sebagai Oase, Membaca Warisan Resolusi Industri, Hak Masyarakat Atas Peran Seni, Menemukan Beragam Model Srategi Budaya dan Pokok Pikiran yang mendasari Karya.
Garin juga menyertakan perjalanan 41 tahunnya di dunia perfilman Indonesia.
"Mengingat pula film-film saya seperti Tjokoraminoto hingga Nyai berlatar belakang era awal abad 20 atau akhir abad 19."
"Ketika mesin uap menggerakakan peradaban, pabrik-pabrik melahirkan kota-kota hingga gaya hidupnya."
"Sebuah era ketika kerja peradaban hanya berfokus pada penumpukan eknomi dan politik kolonial sebagai skala prioritasnya," kata Garin.
Pemutaran Film Setan Jawa