Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus tambang batu bara ilegal, Ismail Bolong sempat disebut memberikan suap kepada petinggi Polri termasuk ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Terkait itu, Pengacara Ismail Bolong yakni Johannes Tobing membantah soal tudingan tersebut.
Dia bahkan menantang Ferdy Sambo untuk membuktikan soal hal tersebut.
"Jadi kalau Ferdy Sambo yang bicara berarti harus Ferdy Sambo yang membuktikan. Kalau kita lawyer (pengacara) ini. Siapa dia yang mendalilkan, harus dia membuktikan, terus nanti dia kalau bohong gimana, kalau dia prank gimana," kata Johannes saat dikonfirmasi, Sabtu (10/12/2022).
Baca juga: Kompolnas Siap Kawal Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong, Polisi Harus Profesional dan Transparan
Johannes mengungkapkan pernyataan Ferdy Sambo itu bisa tercermin dalam keterangannya dipersidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Lihatin saja, kan bisa nilai itu persidangannya asli atau tidak, benar atau tidak, bohong atau tidak," ucapnya.
Johannes kembali menegaskan jika kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka hanya terkait kasus tambang ilegal.
"Kita kan penasihat hukum, harus membawa bukti. Kalau katanya-katanya terus bagaimana cara membuktikan itu kalau katanya-katanya," ujar Johannes.
Untuk informasi, Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Ismail Bolong sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah membeberkan Ismail Bolong berperan sebagai pengatur jalannya pertambangan yang tidak memiliki izin usaha.
Diketahui, tambang ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong cs di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.
"Peran IB mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP (PT Energindo Mitra Pratama) yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," kata Nurul dalam konferensi pers, Kamis (8/12/2022).
Selain Ismail Bolong, penyidik juga telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya yakni berinisial BP alias Budi dan RP alias Rinto.
Nurul mengatakan keduanya juga memiliki peran yang berbeda.
BP, kata Nurul, berperan sebagai penambang batu bara ilegal di wilayah PKP2B PT. Santan Batubara Blok Silkar Desa Santan Ulu, Kec. Marangkayu, Kab. Kutai Kertanegara.
"RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," jelasnya.
Saat ini, ketiga tersangka tersebut sudah ditahan dengan dijerat pasal Pasal 158 dan pasal 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar serta pasal 55 ayat 1 KUHP.