Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus obstruction of justice penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, AKP Irfan Widyanto dicecar soal statusnya sebagai anggota di Satgasus Merah Putih.
Awalnya, peraih Adhi Makayasa tersebut ditanya tim pengacara Agus Nurpatria soal kedekatannya dengan Ferdy Sambo. Lalu, Irfan mengakui pernah menjadi Spri Sambo saat masih Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
Saksi tadi pernah jadi spri Pak Ferdi Sambo?" tanya pengacara Agus Nurpatria dalam sidang lanjutan kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
"Kurang dari setahun. Hanya saat Pak Sambo jabat Dirtipidum dan sebelum selesai Pak Sambo pindah ke Kadiv Propam saya sudah pindah duluan," jawab Irfan.
Lalu, Irfan Widyanto pun ditanya soal perannya dalam mengambil DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga.
Saat itu, dia mengaku diperintahkan oleh AKBP Ari Cahya alias Acay.
"Saksi datang ke TKP pada tanggal 8 (Juli) itu dalam kapasitasnya apa?" tanya pengacara Agus.
"Diperintahkan mendampingi kanit saya," jawab Irfan.
"Diperintahkan oleh AKBP Ari Cahya?" tanya lagi pengacara Agus.
Baca juga: Agus Nurpatria Bantah Kesaksian Irfan: Tak Perintahkan Ambil DVR, Hanya Cek dan Amankan
"Siap, betul," jawab Irfan.
Selanjutnya, posisi AKP Irfan Widyanto di Satgas Merah Putih pun diungkit tim pengacara Agus Nurpatria.
Menurutnya, Ferdy Sambo saat itu menjabat Satgasus Merah Putih dan Acay menjadi salah satu anggotanya.
"Pada saat bersamaan Pak FS adalah Kasatgas Merah Putih dan Acay juga anggota Satgas Merah Putih dan saksi juga anggota satgas Merah Putih benar. Saksi adalah anggota Satgas Merah Putih pada saat bersamaan di tanggal 8?" ucap pengacara Agus.
"Saya tidak tahu," jawab Irfan.
Lalu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pun turut menyelak jawaban Irfan Widyanto. Dia juga kini mempertanyakan soal status AKP Irfan Widyanto di Satgas Merah Putih.
"Saksi ini masih anggota Satgas Merah Putih atau apa? Itu pertanyaannya. Saudara anggota Satgas Merah Putih atau bukan?" tanya hakim.
"Siap, saya tidak tahu Yang Mulia," jelas Irfan.
"Kok tidak tahu? Saudara jadi anggota atau tidak, kok tidak tahu?" cecar hakim.
"Karena tidak terima sprin-nya Yang Mulia," jawab Irfan.
Berikutnya, tim jaksa penuntut umum menyatakan bahwa status Irfan Widyanto di Satgas Merah Putih tidak masuk ke dalam materi perkara. JPU mengajukan keberatan dengan pertanyaan tersebut.
"Mohon majelis kami keberatan betul itu tidak ada hubungannya dengan fungsi dia sebagai saksi. Penyebutan yang bias itu tolong majelis untuk dihentikan apa hubungannya itu Satgas Merah Putih," jelas Jaksa.
Namun, hal itu dibantah pengacara Agus Nurpatria.
Menurutnya, status AKP Irfan Widyanto di Satgas Merah Putih menjadi penting untuk menunjukkan kedekatannya dengan Ferdy Sambo.
"Ini untuk menunjukkan kedekatan," jelas pengacara Agus.
"Perbuatan pidana tidak ada hubungan satgas itu," balas JPU.
Hakim kembali menjelaskan status Satgas Merah Putih yang dijabat AKP Irfan berkaitan dengan penggalian latar belakang dengan para terdakwa.
"Begini ini juga ada beberapa keterkaitan dengan (kasus) KM 50. Itu juga terkait dengan Satgas Merah putih. Kalau saudara dapat nomor itu tunjukkan kepada dia biar jawabannya jangan seperti tadi, kok tidak tahu," jelas hakim.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.