Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meningkatnya penggunaan internet dan berbagai adaptasi kegiatan remaja dari luring ke daring turut meningkatkan kerentanan anak dan orang muda terhadap perundungan online.
Penelitian terbaru ChildFund International menemukan di Indonesia, lima dari 10 pelajar dan mahasiswa melakukan intimidasi terhadap orang lain secara online.
Sementara enam dari 10 pelajar dan mahasiswa menjadi korban perundungan online dalam tiga bulan terakhir.
Penelitian ini melibatkan 1.610 responden dari kalangan pelajar dan mahasiswa usia 13 – 24 tahun di empat provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung dan Nusa Tenggara Timur dan kajian yang berlangsung dari Juli sampai Oktober 2022.
Penelitian ini mendapat dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPPA).
Baca juga: Staf Ahli Kapolri Turut Soroti Perundungan di Dunia Pendidikan Kedokteran
Spesialis Perlindungan Anak dan Advokasi Childfund International di Indonesia Reny Haning mengatakan, berdasarkan penelitian itu anak laki-laki dan perempuan sama-sama berisiko menjadi korban perundungan online.
Namun, anak laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi pelaku, sementara anak perempuan memiliki peluang lebih tinggi menjadi korban perundungan online.
"Siswa SMA lebih cenderung menjadi pelaku dan menjadi korban perundungan online dibanding pelajar SMP dan universitas," kata Reny Haning saat memaparkan hasil penelitian di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Dikatakan, remaja di bawah lima belas tahun juga memiliki peluang lebih tinggi untuk menjadi korban (64,5 persen) dan pelaku (53,5%) dibanding kategori usia lainnya dan perundungan online ini bisa meliputi pelanggaran privasi, pengucilan, penguntitan, pencemaran nama baik, pelecehan dan kekerasan seksual dengan ancaman hingga pemerasan.
Tanggapan terhadap perundungan online dilakukan korban dengan mendiskusikan pengalaman mereka dengan teman atau orang lain yang mereka percaya, diikuti dengan pemblokiran akses pelaku ke akun mereka, keluarga dan teman sebaya.
"Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa 77,6% responden akan bereaksi ketika menyaksikan perundungan online dengan memperingatkan pelaku, mencegah pelaku mencuri data orang lain, menghibur korban dan sebanyak 45,35% mendorong korban untuk melaporkan perbuatan pelaku," katanya.
Guna menghasilkan serangkaian rekomendasi yang relevan bagi pemerintah, sekolah dan orangtua atau pengasuh, dalam kajian ini ChildFund juga berhasil mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perundungan online.
Pertama, Paparan perundungan tradisional (luring).