Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri mendapat sorotan dalam penanganan kasus tambang ilegal yang melibatkan mantan anggota polisi, Ismail Bolong.
Dalam kasus tersebut, penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menjerat para pelaku dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, tepatnya pasal 158 dan 161.
Penjeratan pasal tersebut pun menuai kritik dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI). Sebab pada awal kasus ini muncul ke permukaan, santer terdengar adanya dugaan penyetoran ke sejumlah petinggi Polri.
"Kita kecewa karena ini hanya menyangkut tambang ilegal. Mestinya, kita tetap meminta ini diproses dengan isu setoran-setoran pada oknum itu," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dihubungi pada Minggu (18/12/2022).
Baca juga: Bareskrim Bakal Segera Limpahkan Berkas Perkara Tambang Ilegal Ismail Bolong ke Kejaksaan
Terlepas dari siapapun petinggi Polri yang diisukan menerima setoran tersebut, Boyamin menilai bahwa kasus ini sudah tak bisa ditangani pihak Kepolisian.
Alasannya, independensi dan keleluasaan penyidikan yang dibutuhkan dalam kasus ini.
Oleh sebab itu, menurutnya kasus ini lebih cocok untuk ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ini ketika ditangani polisi kan istilahnya jeruk makan jeruk. Kalau ditangani KPK mestinya lebih independen dan bisa lebih mendalami dugaan setoran setoran," katanya.
Menurutnya, kasus ini sudah memenuhi satu prasyarat untuk diambil alih, yaitu adanya dugaan keterlibatan pihak lain dengan power lebih besar.
"Mestinya KPK bisa mengambil alih karena dasarnya penanganan perkaranya diduga menutupi pihak-pihak lain yang lebih besar," ujar Boyamin.
Dengan diambil alih oleh KPK, kasus ini pun diharapkan dapat menyidik dugaan penyetoran di dalamnya.
Jika penyidikan diarahkan kepada dugaan penyetoran, maka pasal-pasal suap atau gratifikasi pun dapat diberlakukan.
"Kalau tambang ilegal ini kan tindak pidana biasa saja. Kalau korupsi setoran tadi kan karena dugaan suap atau gratifikasi, maka bisa dilakukan treatment dengan pasal-pasal gratifikasi," kata Boyamin.
Sebelumnya, KPK sempat disebut-sebut akan menjadi lembaga penegak hukum yang mengusut perkara ini.
Sebab, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan akan berkoordinasi dengan lembaga anti-rasuah itu untuk mengusut mafia tambang yang ada di Indonesia.
"Nanti saya akan kordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," katanya pada Minggu (6/11/2022) saat merespon isu mafia tambang ilegal dari video Ismail Bolong.
KPK pun sudah menyatakan siap membantu sang Menko Polhukam dalam mengungkap praktik mafia tambang.
"Menanggapi pernyataan Menkopolhukam Bapak Mahfud MD, terkait rencananya menggandeng KPK dalam mengungkap perkara mafia tambang di Indonesia, kami tentu menyambutnya dengan baik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Selasa (8/11/2022).
Namun kemudian, Ismail Bolong ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Bareskrim Polri.
"Perlu kita sampaikan IB (Ismail Bolong) sudah resmi jadi tersangka dan secara ini juga kami menyampaikan pak IB sudah resmi ditahan," kata pengacara Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan pada Rabu (7/12/2022).
Penetapan tersangka sekaligus penahanan itu dilakukan penyidik Dittipidter Bareskrim Polri setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Ismail Bolong.
Dalam perkara ini, Ismail Bolong dianggap berperan sebagai pengatur jalannya pertambangan yang tidak memiliki izin usaha.
Diketahui, tambang ilegal yang dilakukan oleh Ismail Bolong dkk di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.
"Peran IB mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain dan menjabat sebagai Komisaris PT EMP (PT Energindo Mitra Pratama) yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penmas Humas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah dalam konferensi pers pada Kamis (8/12/2022).
Selain Ismail Bolong, penyidik juga telah menetapkan dua orang lain sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Keduanya yakni berinisial BP alias Budi dan RP alias Rinto.
Nurul mengatakan keduanya juga memiliki peran yang berbeda.
BP, kata Nurul, berperan sebagai penambang batu bara ilegal di wilayah PKP2B PT Santan Batubara Blok Silkar Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kertanegara.
"RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," katanya.