3. Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin
Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia ditetapkan sebagai tersangka suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa Tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Sebelumnya, tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam setelah dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), Selasa (18/1/2022) malam.
Ada tujuh orang yang diamankan dalam giat tangkap tangan ini.
KPK mengamankan Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin dan pejabat aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Langkat.
Tak hanya itu, kata Ali, tim penyidik juga mengamankan pihak swasta dalam perkara ini.
"Di antaranya adalah Pejabat dan ASN Pemkab langkat serta pihak swasta," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/1/2022), seperti diberitakan Tribunnews.com.
Diketahui, Bupati Langkat sempat kabur saat hendak ditangkap KPK dalam OTT.
KPK lalu memberikan klarifikasi soal indikasi adanya kebocoran informasi.
"Tidak ada kebocoran dari mana-mana, apalagi dari sumber dari dalam."
"Karena ini penyelidikan sudah cukup lama, sudah dari tahun 2020," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Menurutnya, Terbit melarikan diri karena mendapatkan informasi ketika OTT dilakukan di lokasi pertama yaitu di sebuah kedai kopi.
Di lokasi itu, pemberi suap yang merupakan seorang kontraktor bernama Muara Perangin-angin ditangkap terlebih dulu bersama tiga orang perantara.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), tercatat kalau orang nomor satu di Langkat itu memiliki harta kekayaan total Rp85 Miliar.
Di mana berdasarkan data yang diakses Tribun melalui laman LHKPN, Terbit Rencana Perangin Angin memiliki beberapa data harta kekayaan.
Pertama, Terbit Rencana tercatat mempunyai 10 bidang tanah senilai Rp 3.790.000.000.
Keseluruhan bidang tanah tersebut tercatat berada di beberapa wilayah Kabupaten Langkat.
Lebih lanjut, orang nomor satu di Langkat itu juga tercatat memiliki 8 unit mobil mulai dari harga Rp 130 juta hingga Rp 190 juta dengan total senilai Rp 1.170.000.000.
Tak hanya itu, Terbit Rencana Perangin Angin juga memiliki harta bergerak lainnya berupa surat berharalga senilai Rp 700 juta, uang kas dan setara kas senilai Rp 1.191.419.588 dan harta lainnya tercatat senilai Rp 78.300.000.000.
Dengan begitu, total harta kekayaan milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin tersebut senilai Rp 85.151.419.588.
Bupati Terbit juga diketahui masuk 10 besar kepala daerah terkaya di Indonesia.
Tak hanya soal korupsi, Terbit Rencana Perangin Angin juga terseret kasus lain karena ditemukan kerangkeng atau penjara manusia hingga hewan langka di rumahnya.
4. Mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan, Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) selama 20 hari pertama.
Penahanan itu terhitung mulai 26 Januari 2022 hingga 14 Februari 2022.
Tagop bersama Johny Rynhard Kasman (JRK) ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016.
Ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus tersebut.
Namun tersangka Ivana Kwelju (IK) sementara belum dilakukan penahanan karena tak kooperatif.
"Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data, kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup ketika melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini pada tahap penyidikan."
"Kemudian, mengumumkan tersangka sebagai berikut, pertama TSS Bupati Buru Selatan, Maluku periode 2011-2016 dan 2016-2021, lalu JRK swasta dan IK juga unsur swasta," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV, Kamis (27/1/2022).
Lebih lanjut, KPK menjelaskan konstruksi perkara eks Bupati Buru Selatan dan tersangka lainnya.
"Dari penentuan para rekanan ini, diduga tersangka TSS meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 persen sampai dengan 10 persen dari setiap nilai kontrak pekerjaan," ucap Lili.
"Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 persen sampai dengan 10 persen, ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan," lanjutnya.
Lili memerinci, proyek-proyek tersebut di antaranya, pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar.
Kemudian, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee itu, kata Lili, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yakni Johny Rynhard Kasman untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya.
Kemudian, uang tersebut ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK mengatakan, Tagop diduga menerima dana sebesar Rp 10 miliar, dari ketentuan pungutan fee sebesar 7 hingga 10 persen untuk tiap nilai kontrak proyek di Buru Selatan.
Adapun nilai fee yang diterima Tagop sekitar Rp 10 miliar, di antaranya diberikan Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
"Penerimaan uang Rp 10 miliar dimaksud, diduga tersangka TSS membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal-usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor," jelas Lili, sebagaimana yang diberitakan Tribunnews.com.
Atas perbuatannya, Ivana sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Tagop dan Johny disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
5. Bupati Bogor Ade Yasin
Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan giat operasi tangkap tangan (OTT) sejak Selasa (26/4/2022) malam hingga Rabu (27/4/2022) pagi.
OTT dilakukan di daerah Jawa Barat.
Pihak yang terkena OTT, diungkapkan Ali, antara lain Bupati Bogor Ade Yasin serta pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jabar.
Bupati Bogor Ade Yasin akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan tersangka.
Berikut identitas pemberi dan penerima suap:
Sebagai pemberi:
1. Ade Yasin (AY), Bupati Bogor periode 2018-2023;
2. Maulana Adam (MA), Sekdis Dinas PUPR Kab. Bogor;
3. Ihsan Ayatullah (IA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor;
4. Rizki Taufik (RT), PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor.
Sebagai penerima:
1. Anthon Merdiansyah (ATM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis;
2. Arko Mulawan (AM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kab. Bogor;
3. Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa;
4. Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa.
Baca juga: Ini Penampakan Uang yang Disita KPK dari OTT Bupati Bogor Ade Yasin
Berikut fakta-fakta terkait Ade Yasin menjadi tersangka sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:
KPK Amankan Uang Rp 1,024 Miliar saat OTT
KPK mengamankan uang sebesar Rp 1,024 miliar dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Jawa Barat pada Selasa (26/4/2022) malam dan Rabu (27/4/2022) pagi.
"Dalam kegiatan tangkap tangan ini KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dini hari.
"Terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta," jelas dia.
Diduga Ada Penyimpangan di Proyek Jalan Pakansari
Tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diduga sudah dikondisikan sedemikian rupa saat melakukan audit terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Hal ini terjadi setelah tim auditor BPK perwakilan Jawa Barat menerima suap senilai Rp 1,9 miliar dari Bupati Bogor Ade Yasin melalui orang kepercayaannya.
Meski demikian, auditor BPK sempat menemukan adanya kejanggalan dalam proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari.
"Adapun temuan fakta Tim Audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak," ujar Firli Bahuri di Gedung Merah Putih, Kamis, dikutip dari Kompas.com.
Suap BPK agar Pemkab Bogor Dapat Predikat WTP
Dalam konstruksi perkara, diungkapkan Firli Bahuri, Ade Yasin selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Korupsi (WTP) untuk Tahun Anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.
Selanjutnya, BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan Tim Pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021 Pemkab Bogor.
"Tim Pemeriksa yang terdiri dari ATM (Anthon), AM (Arko), HNRK (Hendra), GGTR (Gerri) dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor," ungkap Firli, Kamis, dilansir Tribunnews.com.
Sekira Januari 2022, lanjut Firli, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra dengan Ihsan dan Maulana dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim.
"AY (Ade) menerima laporan dari IA (Ihsan) bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespons dengan mengatakan 'diusahakan agar WTP'," jelasnya.
Pasal yang Disangkakan
Sebagai pemberi, AY, MA, IA, RT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara sebagai penerima, ATM, AM, HNRK, GGTR disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
6. Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi di Kota Ambon.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, yang tengah disidik adalah kasus dugaan suap pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon Tahun 2020.
"Benar, saat ini KPK sedang melakukan pengumpulan berbagai alat bukti untuk melengkapi berkas perkara penyidikan dalam perkara tersebut," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Jubir berlatarbelakang jaksa itu masih belum mau mengungkapkan siapa saja tersangka dalam kasus ini. Begitu pun, dengan konstruksi perkara ini.
Namun, berdasarkan sumber Tribunnews.com di KPK, ada tiga pihak yang dijadikan sebagai tersangka, salah satunya Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
"Untuk informasi lengkap perihal, siapa saja pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, dugaan uraian pasal yang disangkakan belum dapat kami sampaikan dengan detail," elak Ali.
Kebijakan KPK era kepemimpinan Firli Bahuri cs, pengumuman tersangka akan dilakukan ketika upaya paksa penangkapan disertai penahanan dilakukan.
Ali berjanji akan menyampaikan perkembangan penanganan perkara ini kepada publik.
"Ini sebagai bentuk transparansi dan KPK juga berharap agar masyarakat turut aktif mengawasi serta apabila memiliki informasi terkait penyidikan perkara ini untuk bisa segera menginformasikan maupun bagi pihak-pihak yang dipanggil sebagai saksi untuk dapat kooperatif dan menerangkan secara jujur di hadapan tim penyidik KPK," sebut Ali.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy Jadi Tersangka TPPU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) sebagai tersangka.
Kali ini, Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan 2017-2022 itu dijerat dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL, tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/7/2022).
Richard Louhenapessy disinyalir sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kepemilikan harta benda menggunakan indentitas pihak-pihak tertentu.
Ali mengatakan pengumpulan alat bukti saat ini terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi.
"Kami mengharapkan dukungan masyarakat dimana jika memiliki infomasi maupun data terkait aset yang terkait perkara ini untuk dapat menyampaikan pada tim penyidik maupun melalui layanan call center 198," katanya.
Richard Louhenapessy sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.
Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri.
Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.
Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
7. Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
KPK melakukan OTT pada mantan Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti, Kamis (2/6/2022).
Diketahui, penangkapan terhadap Haryadi Suyuti adalah berdasarkan adanya dugaan kasus tindak pidana penyuapan yang dilakukan oleh sejumlah pejabat di Kota Yogyakarta.
Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
“Benar, hari ini Kamis (2/6/2022) KPK telah melakukan kegiatan tangkap tangan terhadap beberapa pihak yang diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap di Yogyakarta,” ujarnya.
“Salah satu yang diamankan adalah Wali Kota Yogyakarta 2017-2022,” tambah Fikri dikutip dari Tribun Jogja.
Berikut fakta-fakta terkait OTT KPK terhadap Haryadi Suyuti pada Kamis (2/6/2022) dari kronologi hingga dirinya yang pernah mencanangkan agar meningkatan pencegahan korupsi kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Kronologi
Penangkapan terhadap Haryadi Suyuti disebutkan terjadi di depan rumah Dinas Wali Kota di Jalan Timoho, sekira pukul 15.30 WIB.
Tidak hanya Haryadi, penangkapan juga dilakukan terhadap dua kepala OPD.
Menurut saksi mata, Haryadi Suyuti terlihat datang menggunakan mobil Avanza.
Lantas, dirinya langung dipindahkan ke mobil bertuliskan Brimob Polda DIY.
“Ya, tadi itu Pak Haryadi, di depan rumah dinas. Datangnya pakai mobil Avanza warna hitam, kemudian pindah ke mobil Brimob,” tutur warga yang tidak ingin disebut namnya itu.
“Jadi tadi itu ada bus Brimob parkir di depan rumah dinas, terus ada yang jalan dari Balai Kota, tiga laki-laki, dan satu perempuan. Setelah itu, baru datang mobil Avanza, nah itu ternyata Pak Haryadi, ikut masuk bus,” tuturnya.
Selain itu, warga tersebut juga mengatakan Haryadi Suyuti tidak membawa apa-apa saat dipindahkan ke mobil Brimob Polda DIY itu.
“Yang jelas tadi Pak Haryadi tidak bawa apa-apa, bahkan nggak pakai masker juga. Tapi pakai topi dan jaket berwarna coklat, nggak tahu dibawa kemana itu tadi,” katanya
Ruang Kerja Wali Kota Disegel
Selain itu, KPK menyegel ruang kerja Wali Kota Yogyakarta terkait kasus yang menyeret Haryadi Suyuti.
Hal ini juga dibenarkan oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sumadi.
Hanya saja terkait aktivitas mereka selama di Balai Kota, Sumadi mengaku tidak melihat langsung karena adanya kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan.
“Tadi siang saya setelah rapat dari Pemda DIY di Kepatihan, saya ke Balai Kota. Setelah itu, pas saya mau mulai kegiatan, jam 13.00 WIB, kemudian ada petugas KPK,” tuturnya.
“Ada tiga orang, menunjukkan identitas, saya lihat itu benar. Terus, mohon izin untuk melakukan penyegelan ruang Walikota," imbuhnya.
Dirinya pun mengaku kooperatif terkait apa yang dilakukan oleh KPK di Balai Kota Yogyakarta yaitu penyegelan ruang.
“Setelah itu, saya kooperatif, ya monggo, silahkan saja, terus kemudian saya tinggal rapat,” jelas Sumadi.
Kemudian, ia mengaku usai melakukan rapat, dirinya tidak lagi berkomunikasi dengan Haryadi Suyuti dan langsung pulang.
KPK Tetapkan Eks Wali Kota Yogyakarta dan Vice President Real Estate Summarecon Agung Jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta.
Haryadi tak sendiri, ia dijadikan tersangka bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono.
Ketiganya dijerat sebagai tersangka penerima suap.
Sementara sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.
"Meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Dari pantauan Tribunnews.com di lokasi, keempatnya telah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK saat konferensi pers pengumuman tersangka.
Kasus yang menjerat Haryadi dan kawan-kawan bermula dari giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di wilayah Yogyakarta dan Jakarta, Kamis (2/6/2022).
Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar 27.258 ribu dolar AS yang di kemas dalam tas goodiebag.
Sebagai pemberi, Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai penerima, Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
8. Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo
Dua ruangan Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Pemerintah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, langsung disegel penyidik KPK sejak Kamis (11/8/2022) setelah sang bupati terkena operasi tangkap tangan KPK di kawasan Senayan, Jakarta.
Dua ruangan itu yang disegel KPK adalah ruang kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) dan Ruang Bagian Lelang Elektronik Dinas Kominfo.
Sekretaris Dinas Kominfo Kabupaten Pemalang Joko Ngadmo kepada Tribunnews mengatakan seusai kejadian dua ruangan disegel KPK, aktivitas di Diskominfo masih berjalan seperti biasanya.
"Teman-teman di kantor Diskominfo Kabupaten Pemalang berangkat (kerja) semua. Dua ruangan yang disegel yaitu ruang Pak Kepala Dinas dan ruangan umum yang tembus ke ruang kepala dinas," kata Sekdin Kominfo Kabupaten Pemalang Joko Ngadmo, Jumat (12/8/2022).
Dia menjelaskan, di ruangan umum tersebut merupakan ruangan sekretariat Diskominfo Kabupaten Pemalang. "Ada 9 kursi untuk pegawai sekretariat, karena ruangan disegel semua pegawai dialihkan ke ruang meeting," ujarnya.
Awalnya ia kaget melihat dua ruangan disegel oleh KPK. "Kami kaget, ketika berangkat kerja dua ruangan sudah disegel,"
Joko mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi adanya ruangan Diskominfo Kabupaten Pemalang itu ketika lihat tayangan di televisi. "Hingga saat ini pak kepala dinas belum memberikan keterangan terkait ini," ujarnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan kejadian OTT yang melibatkan kepala daerah di wilayahnya ini telah berulangkali diperingatkan kepada kepala daerah agar tidak terlibat pada tindak kejahatan korupsi.
"Saya sebenarnya sudah mengingatkan berkali-kali kepada kawan-kawan dan tentu saja saya akan menunggu perkembangan yang ada," ujarnya.
Dia menegaskan, komunikasi dalam upaya memperingatkan para kepala daerah untuk tidak terlibat korupsi dilakukannya secara intens. Apalagi Jawa Tengah, kata Ganjar, sudah lama bekerjasama dengan KPK untuk pencegahan korupsi.
"Saya selalu mengingatkan karena sebenarnya kerjasama kita dengan para penegak hukum, dengan KPK itu sudah terlalu sering," ujarnya.
"Ini peringatan untuk semuanya, udahlah hentikan semuanya kejahatan model seperti itu. saya tidak tahu mungkin di antara mereka juga berkomunikasi urusan bisnis, yang lari pada kebijakan dan sudah terlalu banyak sih beberapa kasus kan muncul umpama mungkin mengajukan usulan, didampingi, mendapatkan fee, yang seperti itu biasanya (potensi korupsi)," kata Ganjar
KPK Resmi Tetapkan Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo Tersangka Kasus Suap Jual Beli Jabatan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Mukti ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Widodo (AJW).
Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menjerat Pj Sekda Slamet (SM), Kepala BPBD Sugiyanto (SG), Kadis Kominfo Yanuarius Nitbani (YN), dan Kadis PU Mohammad Saleh (MS).
"Dari berbagai pengumpulan informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan enam tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (12/8/2022) malam.
Untuk keperluan proses penyidikan, Firli mengatakan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 12 Agustus 2022 hingga 31 Agustus 2022.
Mukti ditahan di rutan pada gedung Merah Putih, Adi ditahan di rutan pada Kavling C1, Slamet ditahan di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Sugiyanto ditahan di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Yanuarius ditahan di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, dan Saleh ditahan di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Konstruksi perkara
Dalam konstruksi perkara dijelaskan, Mukti Agung Wibowo yang menjabat Bupati Pemalang periode 2021-2026, beberapa bulan setelah dilantik menjadi Bupati Pemalang melakukan perombakan dan pengaturan ulang terkait posisi jabatan untuk beberapa eselon di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang.
Sesuai arahan Mukti, Badan Kepegawaian Daerah Pemkab Pemalang membuka seleksi terbuka untuk posisi jabatan pimpinan tinggi Pratama (JPTP).
"Dalam pemenuhan posisi jabatan tersebut, diduga ada arahan lanjutan dan perintah MAW yang meminta agar para calon peserta yang ingin diluluskan untuk menyiapkan sejumlah uang," kata Firli.
Terkait teknis penyerahan uang, dilakukan melalui penyerahan tunai lalu oleh Adi Jumal Widodo dimasukkan ke dalam rekening banknya untuk keperluan Mukti.
Sebelumnya, Mukti menugaskan Adi yang adalah orang kepercayaannya untuk mengumpulkan uang dari para calon pejabat tersebut.
"Adapun besaran uang untuk setiap posisi jabatan bervariasi disesuaikan dengan level jenjang dan eselon dengan nilai berkisar antara Rp60 juta sampai dengan Rp350 juta," ungkap Firli.
Pejabat yang akan menduduki posisi jabatan di Pemkab Pemalang di antaranya Slamet untuk jabatan Pj Sekda, Sugiyanto untuk jabatan Kepala BPBD, Yanuarius Nitbani untuk jabatan Kadis Kominfo, dan Mohammad Saleh untuk jabatan Kadis PU.
Terkait pemenuhan posisi jabatan di Pemkab Pemalang, KPK menduga Mukti melalui Adi telah menerima sejumlah uang dari beberapa ASN di Pemkab Pemalang maupun dari pihak lain seluruhnya berjumlah sekira Rp4 miliar.
Sejumlah uang yang telah diterima Mukti melalui Adi selanjutnya dipergunakan untuk berbagai keperluan pribadi Mukti.
"MAW juga diduga telah menerima uang dari pihak swasta lainnya terkait jabatannya selaku Bupati sejumlah sekitar Rp2,1 miliar dan hal ini akan terus didalami lebih lanjut oleh KPK," ucap Firli.
Selaku pemberi, SG, YN, MS, dan SM disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan selaku penerima, MAW dan AJW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Firli Bahuri Ungkap Alasan KPK Ganti Istilah OTT Jadi Tangkap Tangan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, memastikan KPK tidak lagi menggunakan istilah operasi tangkap tangan (OTT) dalam menjerat pelaku korupsi.
Kini, KPK mengganti istilah OTT menjadi tangkap tangan terhadap pihak yang tertangkap.
"Dalam kesempatan ini, perkenankan kami untuk menyampaikan tidak menggunakan lagi istilah operasi tangkap tangan," kata Firli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/1/2022), dilansir Tribunnews.com.
Firli mengatakan, istilah OTT tidak dikenal dalam hukum Indonesia.
"(Istilah) tangkap tangan, kenapa? Karena dalam konsep hukum yang dikenal adalah tertangkap tangan," ucapnya.
Lebih lanjut, Firli menambahkan, upaya pendidikan masyarakat hingga pencegahan akan dilakukan terlebih dulu sebelum tangkap tangan dilakukan oleh KPK.
"Sebelum seseorang kita tangkap tangan tentunya kita sudah melakukan tiga pendekatan sebelumnya."
"Mulai dari upaya pendidikan masyarakat, upaya pencegahan melalui monitoring center for prevention (MCP) 8 area intervensi," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Santoso, mengaku tak mempersoalkan KPK yang mengganti istilah OTT menjadi tangkap tangan.
Santoso menilai, OTT maupun tangkap tangan hanya merupakan istilah, tetapi terpenting adalah kinerja KPK yang harus terus dibuktikan.
"Istilah apapun tidak masalah, tapi kinerjanya dibuktikan."
"Anggaran kan setiap tahun naik supaya pembuktian kinerja juga bagus," kata Santoso, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Kamis (27/1/2022).
Santoso kemudian membandingkan istilah OTT dengan tangkap tangan.
Menurutnya, OTT dengan kata "operasi" dinilai menjadi sesuatu hal atau kegiatan yang besar.
"Kalau tangkap tangan kan kegiatan rutin yang memang merupakan tanggung jawab dan tupoksinya KPK untuk melaksanakan," tuturnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com)