Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana sekaligus Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas, Prof Elwi Danil menyebutkan bahwa hasil lie detector atau poligraf yang disampaikan di persidangan valid dijadikan barang bukti.
Keterangan tersebut dijelaskan Elwi Danil saat menjadi saksi A De Charge atau saksi yang meringankan hukuman dalam lanjutan sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
"Tadi sudah saya singgung sedikit bahwa ada perbedaan pemahaman tentang dimana posisi lie detector dalam konteks pembuktian ada yang menyebutkan lie detector alat bukti dan barang bukti," kata Elwi di persidangan.
Baca juga: Ahli Pidana Sidang Ferdy Sambo Jelaskan Syarat Pelaku Dijerat Pasal 340: Minimal Penuhi 3 Unsur
Secara pribadi, menurut dia, lie detector hanyalah instrumen sarana yang digunakan penyidik untuk membuat terang sebuah perkara pidana.
"Jadi hanya sebatas alat bantu bagi penegak hukum untuk membuat terang tindak pidana dan dia tidak jadi alat bukti," sambungnya
Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas menegaskan tetapi jika lie detector itu disampaikan di persidangan oleh ahlinya.
Maka bisa jadi alat bukti dalam bentuk keterangan ahli.
"Akan tetapi ketika hasil dari proses lie detector itu disampaikan dalam forum persidangan oleh ahlinya maka dia bakal jadi alat bukti dalam bentuk keterangan ahli," tegasnya.
Menurut Elwi kalau sekedar lie detector saja itu hanya sebatas alat bantu.
"Saya kira hanya jika hanya lie detector saja sebatas alat bantu bagi penyidik untuk mengungkap sebuah perkara pidana," tutupnya.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya ahli poligraf, Adji Febrianto Ar-Rosyid dihadirkan dalam persidangan sebagai salah satu saksi ahli dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir N Yosua Hutabarat.
Dalam kesaksian Adji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022). Adji mengungkapkan bahwa kelima terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf hasil uji kebohongan atau lie detector berbeda-beda.
Adji mengatakan Fedy Sambo mendapatkan skor minus delapan.
Sedangkan Putri Candrawathi minus 25.
Artinya keterangan keduanya berbohong.
Lalu untuk Kuat Maaruf dan Ricky Rizal dilakukan dua kali pemeriksaan.
Untuk Kuat hasil pertama plus sembilan yang kedua minus 13. Sedangkan Ricky Rizal yang pertama plus 11 dan kedua plus 19.
Lalu untuk terdakwa justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama Richard Eliezer satu kali pemeriksaan dengan hasil plus 13.
Kronologi Kasus
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.