Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana, Dr Albert Aries mengatakan atasan pemberi perintah Bharada Richard Eliezer alias Bharada E menembak Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J patut dipidana.
Hal itu diungkap Albert saat dihadirkan sebagai saksi ahli pidana yang meringankan Bharada E dalam persidangan lanjutan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (28/12/2022).
"Kalau kita melihat dari kapasitas dari penyertaan tadi maka yang paling relevan menyuruh lakukan, karena menyuruh tadi bisa berupa perintah atau instruksi yang dilakukan oleh orang yang tidak sesungguhnya tidak bisa diminta pertanggung jawaban baik itu karena pasal 44 atau 48 karena daya paksa atau 51 KUHP," kata Albert dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Baca juga: Bharada E Dinilai Salah Artikan Perintah Hajar dari Sambo, Kuasa Hukum: Kenapa Dijanjikan Uang?
Lalu, pengacara Bharada E kembali menegaskan soal pihak yang harus bertanggung jawab dalam aturan tersebut.
Menurutnya, pihak yang layak dihukum adalah pihak yang menyuruh melakukan pidana.
"Jadi dalam konteks yang tadi lebih tepat yang menyuruh melakukan ya?" tanya tim penasihat hukum Bharada E.
"Iya, karena caranya tidak bisa dibatasi dan orang yang disuruh melakukan tadi tidak bisa pertanggung jawabkan hanya karena merupakan alat," jawab Albert.
Di sisi lain, kata Albert, perbuatan melawan hukum Bharada E bisa dihapuskan karena hanya menturuti perintah atasannya yaitu Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
"Pada hakikatnya orang itu tidak boleh membunuh, orang itu tidak boleh merusak barang milik orang lain dan mengambil milik orang lain. Tetapi karena perintah tersebut, elemen dari perbuatan melawan hukum itu dihapuskan," jelas Albert
Lebih lanjut, Albert menjelaskan alasan dalil hukum tersebut bisa digunakan Bharada E karena adanya hubungan hukum publik dengan pemberi perintah penembakan terhadap Brigadir J.
"Mengapa demikian? karena memang ketika perintah jabatan ini diberikan ada hubungan hukum publik yang terjalin antara pemberi perintah. Meskipun dalam perkembangannya tidak hanya perintah tapi juga instruksi dan hubungan antara yang diberi dan pemberi perintah itu tidak harus berstatus pegawai negeri. Yang penting ada otoritas publik dari penguasa dan pejabat berwenang tersebut," pungkasnya.
Sidang Hari Ini
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Rabu (28/12/2022).
Agenda sidang kali ini adalah memeriksa saksi meringankan atas terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Adapun kubu Bharada E akan menghadirkan Juru Bicara (Jubir) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) baru, Albert Aries.
"Ahli yang akan kita hadirkan, ahli hukum pidana yaitu: Dr. Albert Aries," kata kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy saat dikonfirmasi, Rabu (28/12/2022).
Ronny mengatakan jika Albert merupakan satu dari 11 orang pembahas KUHP yang baru.
Albert, kata Ronny, bertugas sebagai jubir RKUHP baru yang kini sudah disahkan sebagai KUHP.
"Ahli merupakan salah satu dari 11 orang pembahas RKUHP dan salah satu jubir dari RKUHP dan KUHP yang baru," ungkapnya.
Perkara Pembunuhan Brigadir J
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Ferdy Sambo disebut memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J hingga tewas.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.