TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPD Partai Demokrat Jabar, Anton Sukartono Suratto sangat menyayangkan wacana kemunduran sistem demokrasi yang dilontarkan oleh ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ary yang mengatakan ada kemungkinan pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup. Bahkan Hasyim mengatakan, sistem itu sedang dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Apabila MK mengabulkan pengajuan KPU, berarti akan kembali kepada masa lalu, ini yang dinamakan kemunduran sistem demokrasi di Indonesia,” ujar politisi Partai Demokrat yang juga Anggota Komisi I DPR- RI.
Upaya untuk memperkuat sistem demokrasi yang dipimpin oleh Prof Ryaas Rasyid, yang tergabung dalam tim 7, untuk menyusun draft RUU yang Demokratis. Presiden Habibie waktu itu menyetujui sistem distrik campuran untuk pemilu legislatif untuk memperkuat akuntabilitas wakil rakyat yang diwakilinya.
Selama Orde Baru, dengan sistem proporsional tertutup, yang terjadi adalah tampilnya anggota-anggota parlemen yang tidak dikenal oleh rakyat yang diwakilinya. Maklum, rakyat hanya memilih tanda gambar partai, dan siapa yang terpilih dasarnya adalah nomor urut yang ditentukan oleh parpol.
“Dengan sistem proporsional tertutup, masyarakat akan kembali membeli kucing dalam karung, mereka tidak kenal dekat dengan wakil yang dipilihnya. Selain itu juga, para calon anggota legislatif akan lebih memilih mendekati pimpinan parpol untuk mendapatkan nomor urut satu, ketimbang melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk menawarkan program kerja dan visi misinya,” papar Anton.
Sebagai politisi senior, Anton Sukartono Suratto, menginginkan rakyat memilih seperti mereka memilih presiden wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota.
KPU harus menciptakan sistem pemilihan yang kondusif dengan mempersiapkan kemanan, kenyamanan dalam pesta demokrasi. “Bukan kembali kepada masa lalu,” tegasnya.(*)