News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Saksi Ungkap Alasan Ricky Rizal Tolak Perintah Sambo Tembak Brigadir J: Tak Ada Skill Pegang Senjata

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ricky Rizal menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022).  Agenda persidangan hari ini akan menghadirkan Lima saksi ahli dari jaksa penuntut umum (JPU), mulai dari ahli forensik, digital forensik, Inafis, dan kriminologi berikut saksi yang dapat dihadirkan Farah P Karow (ahli forensik), Ade Firmansyah (ahli forensik), Adi Setya (ahli digital forensik), Eko Wahyu Bintoro (ahli inafis), dan Prof Dr Muhamad Mustofa (ahli kriminologi). Warta Kota/YULIANTO

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik dari Universitas Indonesia (UI), Nathanael Sumampouw mengungkap alasan mengapa Bripka Ricky Rizal menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada 8 Juli 2022.

Saat menjadi saksi ahli meringankan atas terdakwa Ricky Rizal dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023), Nathanael menyebut tak memiliki skill memegang senjata jadi alasan menolak perintah.

Nathanael mengatakan dari hasil pemeriksaan psikologi, Bripka Ricky Rizal terlihat tidak kuat mental karena ada kesenjangan jabatan dengan Ferdy Sambo.

"Nah hal ini juga didukung oleh profil psikologis yang bersangkutan. Bahwa dia mampu memiliki kondisi psikologis untuk berani katakan tidak. Pada pimpinan yang posisinya jauh lebih tinggi," kata Nathanael.

Bripka Ricky Rizal, kata Nathanael, juga tidak mempunyai kompetensi untuk menembak meski dia merupakan seorang polisi.

Hal ini karena melihat latar belakang Bripka Ricky Rizal yang merupakan anggota di bagian lalu lintas (lantas).

"Tapi setelah lulus SPN (Sekolah Polisi Negara), yang bersangkutan bertugas di bagian lantas. Terutama secara spesifik fungsinya Regident," ucap Nathanael.

Sehingga, Ricky Rizal lebih banyak mengurusi administrasi dalam kesehariannya dan tidak mempunyai keahlian memegang senjata api.

"Saya pahami bahasa sehari-hari tugas dia administrasi. Jadi bukan sesuatu yang dalam kesehariannya bahkan dari pelatihan, dia punya skill untuk gunakan senjata. Sehingga yang bersangkutan bisa untuk menolaknya," tuturnya.

Untuk informasi, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Baca juga: Ahli Psikologi Forensik Sebut Keterangan Ricky Rizal Berkualitas Rendah Karena Berbasis Memori

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Baca juga: Masa Lalu & Hubungan Baik dengan Keluarga, Ahli Psikologi Nilai Ricky Rizal Tak Berpotensi Membunuh

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini