"Dari awal proses omnibus law setelah kita tahu draf-drafnya, buruh Indonesia menolak itu," ungkap Riden.
Para buruh, lanjut Riden, memang mengharapkan adanya Perppu yang dikeluarkan setelah MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.
Namun, bukan Perppu Cipta Kerja yang ditandatangani presiden yang mereka harapkan.
"Sejatinya harapan kami Perppu yang dikeluarkan ada dua, yaitu pertama UU 11/2020 ini, wabil khusus klaster ketenagakerjaan, kami minta didrop, dikembalikan ke UU 13/2003."
"Yang kedua adalah sesuai dengan putusan MK inkonstitusional, dua tahun yang diberikan itu, UU 11/2020 ini jangan berlaku, tapi faktanya berlaku," ungkapnya.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi telah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada akhir tahun 2022.
Sebelumnya, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diputuskan inskontitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dan memerintahkan pemerintah melakukan penyempurnaan.
Baca juga: Perubahan Ketentuan Upah Minimum di Perppu Cipta Kerja
Kata Menteri Ketenagakerjaan
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah menilai Perppu Cipta Kerja bukti komitmen pemerintah dalam memberikan pelindungan tenaga kerja dan keberlangsungan usaha untuk menjawab tantangan perkembangan dinamika ketenagakerjaan.
Ida berujar, substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," kata Menaker dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023).
Ia melanjutkan, adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain, Pertama, ketentuan alih daya (outsourcing).
Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
“Dengan adanya pengaturan ini maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui Peraturan Pemerintah," kata Menaker.