Bukti lain ketidakseriusan Polri dalam mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan, kata Halomoan, ialah hingga kini pihak Polri tak kunjung menindaklanjuti Laporan Polisi Model B. Polisi hanya berkutat pada Laporan Polisi Model A dan hingga kini belum dilimpahkan.
Laporan Polisi Model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
Adapun Laporan Polisi Model B adalah laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat.
Halomoan juga menantang para pakar dan ahli hukum pidana untuk bersuara dalam kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah menyebabkan melayangnya 135 jiwa tak bersalah.
“Jika kita lihat kasus Ferdy Sambo, sangat banyak yang berkomentar dan berpendapat, mungkin perlu juga media melakukan pemberitaan yang masif dan selalu mengangkat secara nasional perkara Tragedi Kanjuruhan ini,” sarannya.
“Mana para aktivis dan mengapa media terlihat kurang antusias memberitakan tragedi kemanusiaan Kanjuruan dengan korban 135 jiwa melayang menghadap Sang Pencipta, serta ratusan korban luka ringan dan berat?” lanjutnya.
Di sisi lain, pada 1 Oktober 2022 lalu, Halomoan telah usul/meminta dilakukan moratorium satu tahun untuk semua kompetisi sepakbola di Indonesia, tetapi ternyata tidak digubris.
“Mana langkah dan tindakan empati terhadap 135 jiwa yang melayang bukan karena kesalahan/kelalaian mereka sendiri?” tanyanya lagi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyatakan, berdasarkan hasil penyidikan Komnas HAM, Tragedi Kanjuruhan bukan termasuk pelanggaran HAM berat, melainkan tindak pidana berat.
Pasalnya, hal itu terjadi tidak secara terencana, sistematis dan masif.
Berdasarkan UU, kata Mahfud, hanya Komnas HAM yang berwenang menyatakan sebuah pelanggaran HAM itu berat atau tidak.