Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memohon pengertian DPR agar mendukung rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Perkoperasian.
Langkah tersebut, kata Mahfud, diperlukan agar penipuan-penipuan berkedok koperasi dapat segera berakhir.
Selain itu, kata dia, pemerintah akan memulai langkah tersebut sesegera mungkin.
Baca juga: 2 Bos Indosurya Divonis Bebas, Mahfud MD: Kita akan Kasasi dan Buka Kasus Baru dari Perkara Ini
"Mohon pengertiannya, kita akan merevisi, mengajukan revisi undang-undang koperasi agar penipuan-penipuan yang berkedok koperasi ini bisa segera diakhiri dan ditangkal untuk masa yang akan datang," kata Mahfud di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI pada Jumat (27/1/2023).
Mahfud mengatakan dalam undang-undang yang berlaku saat ini, tidak ada lembaga lain yang mengawasi praktik koperasi.
Sehingga, kata Mahfud, apabila ada kasus penipuan atau pencurian uang rakyat terkait koperasi maka pemerintah dan Menteri Koperasi dan UKM tidak bisa mengawasi.
"Kita mohon pengertian kepada DPR. Kita akan merevisi undang-undang koperasi. Karena sekarang penipuan-penipuan dan pencurian uang rakyat itu kalau undang-undang perbankan ada pengawasnya," kata Mahfud.
"Kalau undang-undang koperasi itu mengawasi dirinya sendiri koperasi, sehingga menteri koperasi, pemerintah tidak bisa ikut ke dalam. Baru sesudah terjadi dipaksa ikut oleh hukum," sambung dia.
Mahfud pun mengimbau masyarakat agar hati-hati dan tak sembarangan berinvestasi maupun menyimpan uang di koperasi.
Karena pada akhirnya, kata dia, bisa terjadi kasus seperti KSP Indosurya.
Baca juga: KY Tunggu Laporan Masyarakat Terkait Dugaan Pelanggaran Hakim dalam Vonis Kasus KSP Indosurya
"Kita semua yang jadi repot. Karena tidak hati-hati memilih tempat menyimpan uang atau membeli saham atau apapun namanya gitu, supaya hati-hati. Ada lembaga-lembaga yang resmi yang menjamin keamanan uang itu. Ada Undang-Undangnya juga," kata Mahfud.
"Kalau seperti ini (kasus KSP Indosurya) lalu siapa yang mau disalahkan? Pemerintah nggak ikut-ikut tiba-tiba uang itu terjadi, padahal oleh Undang-Undang pemerintah nggak boleh melakukan pengawasan terhadap koperasi. Di pengadilan juga persepsinya beda," kata Mahfud.
Untuk itu, ia mengajak masyarakat untuk tidak takluk pada mafia-mafia yang menghisap uang rakyat.
"Tapi mari kita jangan takluk terhadap mafia-mafia dan penghisapan terhadap kekayaan rakyat yang seperti ini," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya anggota Komisi III DPR RI Benny K. Harman menyoroti soal keputusan majelis Hakim terhadap terdakwa terkait kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Di mana, majelis hakim melepas dua terdakwa Henry Surya dan June Indria dalam kasus tersebut.
Baca juga: Asosiasi Serikat Pekerja Tanggapi Vonis Bebas Terdakwa Kasus KSP Indosurya
Benny pun menduga majelis hakim tersebut sudah 'masuk angin'.
"Parah hukum di negeri ini. Menurut saya kuat dugaan majelis hakim yang menangani perkara ini sudah 'masuk angin' mengingat jumlah dana yang digelapkan begitu fantastik, triliunan," kata Benny kepada wartawan, Kamis (26/1/2023).
Benny menyebut, sudah banyak kasus penggelapan dana oleh sebuah lembaga keuangan yang berujung pada kekecewaan nasabah.
Menurutnya, hukum justru lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah.
"Sudah banyak kasus serupa ini yang berujung pada kekecewaan nasabah. Hukum lebih melindungi pemilik modal daripada nasabah," ucapnya.
Politikus Demokrat itu pun mendorong Komisi Yudisial (KY) memeriksa putusan hakim dalam perkara tersebut.
Menurutnya, jika ada kejanggalan maka patut diduga dalam kasus tersebut ada intervensi kekuatan luar baik uang pun kekuasaan.
"Eksaminasi bisa segera dilakukan. KY sebaiknya jangan diam, tunjukkan bahwa negara hadir, negara melindungi yang lemah, negara menghadirkan keadilan untuk warganya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kasus KSP Indosurya menjadi perhatian publik sejak 2020. Nilai penggelapannya diperkirakan mencapai Rp106 triliun.
Nilai itu, menjadikan Indosurya sebagai kasus dengan nilai penggelapan terbesar di Indonesia. Dua petinggi KSP Indosurya menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana divonis lepas oleh majelis hakim.
Para petinggi yang divonis lepas itu adalah Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria.
June divonis lepas lebih dulu pada Rabu (18/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN Jakarta Barat). Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan.
Kemudian, Henry juga divonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa (24/1/2023). Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata," kata Hakim Ketua Syafrudin Ainor.