TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dukungan untuk terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E terus berdatangan.
Aliansi Akademisi Indonesia yang terdiri atas 122 orang akademisi dari berbagai universitas di Indonesia meminta majelis hakim menjatuhkan vonis lebih ringan untuk Richard Eliezer dibandingkan terdakwa lain.
Ada lima alasan yang disampaikan.
"Aliansi Akademisi Indonesia menyampaikan surat ini menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) untuk membela saudara Richard Eliezer Pudihang Lumiu," kata perwakilan Aliansi Akademisi Indonesia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Sulistyowati Irianto dalam keteranga yang diterima, Selasa (7/2/2023).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menjelaskan, alasan pertama yaitu Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah saksi pelaku atau justice collaborator yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran, dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan.
Menurutnya, tanpa kejujuran dan keberanian Eliezer, kasus itu akan tertutup rapat dari pengetahuan publik dan menjadi dark number.
Ia mengatakan LPSK telah merekomendasikan Eliezer sebagai justice collaborator yang didasarkan pada terpenuhinya syarat sebagai saksi pelaku sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Alasan kedua yaitu ada relasi kuasa yang timpang dalam hubungan antara Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan atasannya sehingga perintahnya sulit untuk ditolak.
Ferdy Sambo sebagai atasannya tidak memiliki sikap kesatria karena melampiaskan kemarahan hingga membunuh bawahan sendiri tetapi menggunakan tangan bawahan yang lain
Sulistyowati mengatakan Richard Eliezer, sebagai seorang polisi berpangkat Bharada tentu harus mengikuti perintah atasannya yakni Ferdy Sambo yang merupakan jenderal bintang dua.
"Alasan ketiga adalah Eliezer adalah kita," ujarnya.
Baca juga: Dukungan pada Eliezer Disebut Tak Hanya Dukungan Pribadi, tapi Momen Reformasi Lembaga Penegak Hukum
Mendukungnya untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti karena menyelamatkan pemuda berusia 24 tahun yang masa depannya masih panjang.
Apalagi, Eliezer adalah tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana.
Eliezer dinilai mengutamakan prinsip kejujuran dan kebenaran untuk mengungkap kejahatan serius, juga berarti mengupayakan keadilan bagi korban Brigadir Yosua Hutabarat dan keluarganya.
Selanjutnya dukungan uuntuk Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran penting tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.
"Kasus yang menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang begitu besar dari seorang jenderal sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi sistem tata kelola," jelasnya.
Sulistyowati dan 121 akademisi lainnya melihat keberadaan Eliezer dalam kasus tersebut memberi pelajaran berharga bagi mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.
"Dari seorang justice collaborator seperti Eliezer kita dapat melihat seseorang berpangkat rendah bisa membongkar kasus besar di lembaga penegakan hukum terhormat, melalui skenario kebohongan yang mengecoh publik," ucapnya.
Pihaknya berharap majelis hakim yang mengadili kasus tersebut dapat mempertimbangkan pendapat yang disampaikan, dan memastikan hukuman yang diberikan paling adil sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan terkait lainnya.
"Kami yakin keadilan yang diputuskan majelis hakim dalam kasus ini, akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara umum," ujarnya.
Momen reformasi lembaga hukum
Dilansir dari wawancara dengan Kompas TV, Sulistyowati menilai, sosok Eliezer mencerminkan pemuda dari keluarga sederhana yang sukar meraih cita-citanya.
Pasalnya, di awal karier sebagai polisi, Eliezer malah terlibat kasus pembunuhan Brigadir J.
Akibatnya, cita-cita Eliezer dan karier ke depannya sebagai polisi harus kandas karena atasannya sendiri, yakni Ferdy Sambo.
"Eliezer adalah kita, Eliezer itu mencerminkan pemuda dari keluarga yang sederhana yang akan sukar sekali meraih cita-citanya."
"Apalagi ketika kandas oleh atasannya sendiri," kata Sulistyowati dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (6/2/2023).
Baca juga: Richard Eliezer Minta Sang Tunangan Sabar Menunggu: Kalaupun Lama, Saya Ikhlas Apapun Keputusanmu
Lebih lanjut Sulistyowati menuturkan bahwa dukungannya kepada Eliezer bukan semata-mata secara pribadi saja.
Namun juga mendukung adanya reformasi total dalam lembaga penegakan hukum di Indonesia.
Khususnya lembaga kepolisian. Sebab banyak pihak kepolisian yang ikut terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Lalu sebetulnya kalau kita mendukung Eliezer, bukan mendukung dia pribadi."
"Tapi kita ingin reformasi yang total pada lembaga penegakan hukum. Khususnya dalam hal ini adalah kepolisian," terang Sulistyowati.
Baca juga: Jelang Vonis Kasus Pembunuhan Yosua, Richard Eliezer Minta Maaf Bikin Sang Ayah Kehilangan Pekerjaan
Perlu diketahui, proses persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J kini akan masuk pada sidang vonis.
Richard Eliezer akan menjalani sidang vonis di PN Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023).
Richard Eliezer: Sebagai Seorang Brimob, Saya Dididik untuk Patuh pada Perintah Atasan
Sementara itu, Bharada E telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoinya di hadapan Majelis Hakim.
Dalam pledoi yang dibacakannya itu, ia mengatakan bahwa di kesatuannya, ia dididik untuk patuh pada perintah atasan dan tidak mempertanyakan mengenai apa yang telah diperintahkan padanya.
Hal ini berkaitan pula dengan perintah Ferdy Sambo yang merupakan atasannya saat memerintahkan dirinya ikut terlibat dalam kasus ini.
Baca juga: Hadapi Sidang Vonis 15 Februari Mendatang, Penasihat Hukum Bilang Richard Eliezer Banyak Berdoa
"Sebagai seorang Brimob yang latar belakangnya adalah paramiliter, saya dididik untuk taat dan patuh serta tidak mempertanyakan perintah atasan saya," kata Richard Eliezer dalam pledoinya beberapa waktu lalu.
Ia pun menyampaikan bahwa jika sikap patuhnya itu dianggap brutal, maka ia pun menyerahkan keputusan pada Majelis Hakim untuk menjatuhkan vonis yang adil.
"Apabila ada yang menganggap ketaatan dan kepatuhan saya 'membabi buta', maka saya menyerahkan kepada kebijaksanaan Majelis Hakim," jelas Richard.
Untuk diketahui, sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023), terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang duplik.
Kemudian pada Jumat (27/1/2023) lalu, terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang replik yang berisi penolakan JPU terhadap pledoi dirinya.
Lalu pada Senin (30/1/2023), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang replik yang berisi jawaban dari JPU terhadap permintaan terdakwa Richard untuk bebas dari segala tuntutan.
Pada hari yang sama pula, terdakwa Putri Candrawathi pun menjalani sidang replik.
Sementara itu dalam sidang lanjutan yang digelar pada 17 Januari lalu, JPU menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Ferdy Sambo pun telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada 24 Januari lalu.
Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.
Baca juga: Duplik Ricky Rizal: Jaksa Keliru Tafsirkan Perintah Backup Ferdy Sambo
Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.
Baik Putri Candrawathi maupun Richard Eliezer telah menyampaikan pledoi pada 25 Januari lalu.
Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara, keduanya juga telah menyampaikan pledoi pada 24 Januari lalu.
Lima terdakwa pun menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Brigadir J saat persidangan berlangsung.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.
Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Baca juga: Bacakan Duplik, Penasihat Hukum Tegaskan Ricky Rizal Tak Ada Niat untuk Hilangkan Nyawa Brigadir J
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Richard Eliezer akan mendengarkan vonis majelis hakim pada Rabu, 15 Februari 2023.