TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gembong narkoba, Linda Pujiastuti alias Anita Cepu tak terima disebut pernah bekerja sebagai mucikari.
Protes tersebut disampaikannya dalam sidang lanjutan peredaran narkoba yang melibatkan Irjen Pol Teddy Minahasa.
"Saya tidak pernah menjadi muncikari," ujarnya tegas dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (22/2/2023).
Dia mengklaim bahwa pekerjaannya ialah membantu polisi menangkap penyelundup dari luar negeri.
Dari pekerjaan itu, diinya mengaku sampai berbulan-bulan tak pulang ke rumah.
"Saya ikut surveilans juga sampai berbulan-bulan kami tidak pulang," kata Linda.
Selain itu, Linda mengaku juga bekerja mencari dana untuk menjual barang antik ke Brunei Darussalam.
"Itu kegiatan kami di rumah, hanya itu," ujarnya.
Sebelumnya, pekerjaan Linda sebagai mucikari dibongkar oleh mantan Kapolsek Kalibaru Tanjung Priok, Kompol Kasranto di persidangan Rabu (22/2/2023).
Awalnya, Hakim Ketua Jon Sarman Saragih penasaran dengan kedekatan Kasranto dan Linda. Sebab, Kasranto mengaku sudah lama mengenal Linda.
"Saya kenal saudari Linda sudah kurang lebih dari tahun 2000-an," kata Kasranto di dalam persidangan.
"Tahu profesinya sebagai apa?" tanya Hakim Jon.
Kasranto pun menjawab pertanyaan itu dengan agak berat.
"Dulu profesinya Mami (Linda) itu sebagai..." kata Kasranto, kemudian menghentikan ucapannya sejenak.
"Sebagai apa itu, mucikari, Yang Mulia," ujarnya.
Sementara kini, Linda disebut Kasranto berprofesi sebagai wiraswasta. Namun dia mengaku tak tahu bisnis apa yang dijalankan Linda.
"Sekarang wiraswasta, Yang Mulia. Usahanya saya enggak tahu. Yang penting wiraswasta," kata Kasranto.
Dalam kasus ini, Linda dan Kasranto telah ditetapkan sebagai terdakwa bersama lima orang lainnya. Mereka ialah: Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa; Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam kasus ini Irjen Pol Teddy Minahasa telah didakwa menjual narkotika jenis sabu.
Sabu tersebut merupakan barang bukti dari pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Dalam dakwaan kasus ini terungkap bahwa Teddy Minahasa dua kali meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu.
Baca juga: Sebutan bagi Gembong Narkoba Kasus Irjen Teddy Minahasa: Mami Linda
Upaya terakhir dilakukan Teddy pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi.
Saat itu Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Kemudian Linda menyerahkan ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.