Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya berencana menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan Crytalino David Ozora (17) oleh Mario Dandy Satrio (20), anak mantan pejabat pajak, Kamis (9/3/2023) besok.
"Besok kami akan lanjutkan dengan pelaksanaan rekonstruksi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Rabu (8/3/2023).
Rencana, rekonstruksi kasus tersebut akan digelar di lokasi kejadian di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Namun, lokasi tepatnya masih situasional dengan melihat perkembangan lebih lanjut.
Nantinya, kata Hengki, tersangka akan dihadirkan dalam proses rekonstruksi tersebut.
"Jadi kita akan melaksanakan rekonstruksi yang dihadiri oleh pihak kejaksaan dan Kita lihat dari gabungan beberapa alat bukti, keterangan sksi, keterangan tersangka apakah ada kesesuaian di antaranya untuk pemenuhan daripada unsur pasal yang sudah kita sampaikan sebelumnya," tuturnya.
Di samping itu, rencananya rekonstruksi akan digelar sebanyak 23 adegan. Namun, jumlah itu masih bisa bertambah sesuai dengan peragaan di lokasi kejadian.
"Adegan ada 23 adegan besok yang akan kita laksanakan," ucapnya.
Untuk informasi, aksi penganiayaan dilakukan oleh salah satu mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan bernama Mario Dandy Satrio (20) terhadap anak petinggi GP Ansor, David (17).
Peristiwa penganiayaan itu terjadi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023).
Baca juga: Meski Buka Mata, David Belum Bisa Kenali Orang, Ayah: Saya Tak akan Pernah Lupa Erangan & Kejangnya
Awalnya, teman wanita Mario berinisial AGH yang menjadi sosok pertama yang mengadu jika mendapat perlakuan kurang baik dari korban hingga memicu penganiayaan itu terjadi.
Namun, belakangan diketahui orang yang pertama memberikan informasi jika orang yang pertama kali memberikan informasi kepada Mario mengenai kabar temannya, AGH diperlakukan tak baik yakni temannya berinisial APA.
Adapun informasi itu, dikabarkan oleh APA kepada Mario sekitar 17 Januari 2023 lalu yang dimana menyatakan bahwa saksi AGH mendapat perlakuan tak baik dari korban.
Atas hal itu, Mario emosi dan ingin bertemu David. AG saat itu menghubungi David yang tengah berada di rumah rekannya berinisial R di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Setelah bertemu, David diminta untuk melakukan push up sebanyak 50 kali. Namun, dia hanya sanggup 20 kali. Selanjutnya, David diminta untuk mengambil sikap tobat dan terjadi penganiayaan.
Mario langsung ditangkap oleh pihak sekuriti komplek dan diserahkan ke polisi.
Atas perbuatannya itu, Mario awalnya ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat pasal 76c junto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Namun, belakangan polisi merubah ke pasal yang lebih berat sanksinya untuk Mario yakni Pasal 355 KUHP ayat 1 Subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 dan atau 76c Jo 80 UU PPA dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Setelah Mario, polisi akhirnya kembali menetapkan satu orang tersangka lain yakni temannya Mario berinisial SRLPL (19).
Dia berperan mengompori Mario untuk melakukan penganiayaan hingga merekam aksi penganiayaan tersebut menggunakan hp Mario.
Ia dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahu 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsider Pasal 351 KUHP.
Selain itu, pacar Mario berinisial AG dirubah statusnya dari saksi menjadi pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.
Akibatnya AG dijerat dengan pasal berlapis yakni 76c Jo Pasal 80 UU PPA dan atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP Subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP Subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP.
Baca juga: Polisi Punya Alasan Khusus Tahan AG, Pacar Mario Anak Mantan Pejabat Pajak dalam Kasus Penganiyaan
Belakangan, AG resmi ditahan oleh penyidik Polda Metro Jaya ditahan di ruang khusus anak Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) dalam kasus tersebut.