News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Putuskan Tolak Uji Materi Pengadilan HAM, MK Dinilai Abaikan Nilai-nilai Kemanusiaan

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Feri Amsari yang menjadi bagian dari Themis Indonesia sebagai Tim Universalitas Hak Asasi Manusia sebagai pemohon Uji Materiil Undanbrg-Undang tentang Pengadilan HAM (kiri) saat ditemui usai sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (14/4/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pemohon dalam perkara nomor 89/PUU-XX/2022, Feri Amsari merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pengujian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Feri yang juga bagian dari Themis Indonesia sebagai Tim Universalitas Hak Asasi Manusia menilai bahwa keputusan MK ini telah mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

“Pertimbangan putusan ini mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan,” kata Feri saat ditemui usai sidang di MK, Jumat (14/4/2023).

Ia menambahkan bahwa pengadilan HAM bukanlah meripakan urusan diplomatik, melainkan murni untuk kepentingan kemanusiaan.

Pakar Hukum Tata Negara ini pun menyesalkan MK yang tidak menyampaikan kondisi terkini fenomena di Myanmar, hingga jumlah korban terbaru.

Padahal, lanjut Feri, pihaknya menjelaskan aspek-aspek dalam persidangan yang lalu.

“Tidak dijelaskan kekerasan berbasis gender itu berapa jumlahnya, padahal kita sampaikan dalam persidangan,” tuturnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah menjatuhkan putusan dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap UUD 1945.

Sidang dengan perkara nomor 89/PUU-XX/2022 dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dan 8 hakim konstitusi lainnya, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/4/2023).

Dalam putusannya, Mahkamah menolak pengujian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut.

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman.

Dikatakan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut. Anwar juga bilang bahwa pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini.

“Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan,” ucap Anwar.

Awal Mula Permohonan Uji Materiil Pasal 5 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah menerima pendaftaran permohonan uji materiil Pasal 5 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), Rabu (7/9/2022).

Permohonan Nomor 89/PUU-XX/2022 dalam perkara uji materiil Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) diajukan oleh Marzuki Darusman, Muhammad Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). 

Dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Senin (26/09/2022), para Pemohon menyebutkan frasa “… oleh warga negara Indonesia” Pasal 5 UU Pengadilan HAM menghapus tanggung jawab negara dalam menjaga perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

Selain itu, frasa tersebut juga menghilangkan prinsip tanggung jawab negara di daerah‑daerah yang pelaku kejahatannya melibatkan negara.

Myanmar hingga saat ini masih mengalami situasi politik yang tidak pasti akibat pemberlakuan keadaan darurat oleh pihak militer. 

Tragedi kemanusiaan serta pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) pun terus terjadi di Myanmar.

Dengan adanya pembatasan pada Pasal 5 UU Pengadilan HAM tersebut, maka sulit bagi para korban pelanggaran HAM untuk memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya. 

Sebab menurut para Pemohon, Myanmar tidak menjadi bagian dari International Criminal Court karena tidak turut menandatangani Statuta Roma. 

Sehingga tidak mungkin negara dengan kekuasaan seperti junta militer mendirikan pengadilan HAM untuk mengadili para pejabatnya yang terlibat pelanggaran HAM. 

Baca juga: MK Tolak Uji Materi Indang-Undang Pengadilan HAM

Oleh karena terjadi kekosongan hukum untuk menindaklanjuti pelaku pelanggaran HAM berat di Kawasan Asia tersebut, diperlukan suatu cara untuk melindungi warga negara—tidak saja di Myanmar, tetapi juga di ASEAN secara keseluruhan untuk bisa mengemban hak-hak membela diri secara pribadi.

Untuk itu, dalam petitum para Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

“Menyatakan frasa “oleh warga Negara Indonesia” yang terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia bertentangan dengan UUD 1945,” pinta Feri Amsari selaku kuasa hukum para Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Senin (26/09/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini