News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Terlibat Narkoba

Jelang Sidang Replik, Pengamat: Muncul Asumsi Kasus Teddy Minahasa Efek Perang Antarfaksi di Polri

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa Putra menjalani sidang tuntutan terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati dalam kasus tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang sidang replik kasus peredaran narkoba yang mendera Irjen Teddy Minahasa mulai memunculkan sejumlah spekulasi.

Salah satunya dugaan adanya perang bintang di tubuh Polri.

Sebab itulah pengamat menilai pleidoi yang dibacakan Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Kamis, 13 April 2023 lalu perlu untuk didalami secara saksama.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and strategic studies (ISESS), Bambang Rukminto, pernah mengungkapkan bahwa bukan tidak mungkin ada faksi-faksi di internal Polri yang anggotanya bersaing satu sama lain.

Baca juga: Pledoi Teddy Minahasa: Tuntutan Mati Tidak Adil, Saya Bukan Bandar dan Pemilik Sabu

Menurutnya, bisa jadi Teddy Minahasa sengaja dijegal lantaran kariernya di kepolisian kian moncer setelah ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur.

"Muncul asumsi bahwa kasus TM (Teddy Minahasa) hanya efek perang antarfaksi di internal," kata Bambang kepada awak media, Senin (17/4/2023).

"Asumsi yang muncul di publik bukankah begitu (perang bintang) setelah muncul bagan Konsorsium 303 dan bagan-bagan yang lain," imbuhnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Dari hasil analisisnya terhadap pleidoi yang dibacakan Teddy Minahasa, dirinya melihat secara gamblang adanya perang bintang di tubuh Polri.

"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," ujar Reza, dikonfirmasi terpisah.

Perang bintang semacam ini, menurut Reza, sangat berbahaya karena saling mangsa antaranggota kepolisian.

"Keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antarklik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat," kata dia.

Positifnya pertama, publik bisa teryakinkan bahwa posisi-posisi penting di lembaga kepolisian memang diisi oleh SDM terbaik.

Dan kedua, strategic model dalam penegakan hukum.

Yaitu polisi-polisi akan berlomba melakukan penegakan hukum bukan demi kepastian, kemanfaatan, apalagi kepastian hukum, melainkan untuk memperoleh kenaikan pangkat atau jabatan pissi tertentu yang ditargetkan.

"Apapun motif para polisi itu, pastinya khalayak luas akan lebih terlindungi. Terlindungi oleh para personel polisi yang gila kerja demi pangkat dan jabatan, saya pandang sah-sah saja," ujar dia.

Namun, menurut Reza, akan menjadi sangat mengerikan jika antarklik polisi saling bersaing dengan cara destruktif bahkan sabotase satu sama lain.

Ini sangat berbahaya bagi institusi Polri dan juga berdampak kurang positif ke masyarakat.

"Apabila antarsubgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," kata Reza.

Disamping dengan alasan mengurangi pesaing dalam berkarier, ia menjelaskan sabotase antarklik di internal kepolisian juga bisa saja dilakukan untuk melindungi oknum.

Jika demikian, maka polisi-polisi baik sengaja dijungkal atau dijatuhkan dengan berbagai cara demi tujuan polisi-polisi yang nakal tetap leluasa melakukan pidana.

Baik pidana secara individual maupun dalam bentuk sindikasi bersama pihak eksternal kepolisian.

"Nah, kembali ke pleidoi TM. Dengan adanya indikasi perang bintang di balik kasus TM, sangat patut jika Mabes Polri mendalami informasi-informasi sensitif yang disampaikan TM," jelas dia.

Maka artinya, menurut Reza, kasus Teddy Minahasa cukup menarik dicermati dan wajar jika menjadi sorotan publik.

Bagaimana tidak, jika benar kriminalisasi itu terjadi terhadap Teddy Minahasa yang berpangkat jenderal bintang dua, maka sangat mungkin jika hal serupa dilakukan kepada masyarakat biasa yang tidak memiliki pangkat dan jabatan kuat.

Kini proses persidangan Teddy Minahasa dalam perkara narkoba mulai memasuki babak akhir.

Setelah pembacaan pleidoi atau nota pembelaan dari terdakwa dan juga kuasa hukum, sidang kasus narkoba Teddy Minahasa akan kembali digelar pada 18 April 2023 dengan agenda sidang replik.

Selanjutnya pada tanggal 28 April 2023 bakal digelar sidang duplik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini