Tak cukup di situ, penyandang gelar Doktor Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang pertama di Indonesia itu juga menyeret soal merosotnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
Menurut dia, salah satu faktornya yakni karena tidak adanya peraturan yang mengatur soal perampasan aset yang menjadi salah satu upaya untuk membuat koruptor jera.
"Sekarang malah merosot ke 38 (indeks persepsi korupsinya) antara lainnya tidak ada perampasan aset sehingga tidak ada penjeraan," ucap Yenti.
Dengan begitu, Yenti mendesak agar pemerintah bisa segera menyerahkan RUU tersebut kepada DPR untuk segera dibahas.
Sebab dirinya mempertanyakan, sejatinya, pihak mana yang membuat proses pengesahan RUU Perampasan Aset terlalu berlarut disahkan.
"Artinya gini undang-undang itukan untuk rakyat yang menjadi korban korupsi yang pertama, ada juga korban kejahatan lain. Nah yang ditanyakan kepentingan masyarakatnya dong bukan kepentingannya penguasa, eksekutif dan legislatif, itu yang menjadi pertanyaannya itu yang harus didorong," tukas Yenti.