TRIBUNNEWS.com - Presiden RI ke-2, Soeharto, resmi mengakhiri jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia selama 32 tahun pada 21 Mei 1998, tepat 25 tahun silam.
Soeharto resmi lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI usai gelombang massa dan protes di berbagai daerah selama beberapa lama.
Soeharto memberikan pidato terakhirnya di Istana Merdeka, Jakarta, sebelum resmi menyerahkan jabatan presiden ke BJ Habibie.
Ia membuka pidatonya dengan mengatakan ia resmi mundur dari jabatannya sebagai presiden karena tidak ingin ada korban lagi.
"Ini adalah sejarah. Saya memutuskan mundur supaya tak jatuh korban lagi. Jelek-jelek, saya dulu naik karena didukung mahasiswa."
"Sekarang sudah jatuh korban mahasiswa. Saya nggak mau ada korban lagi," katanya membuka percakapan di Istana Merdeka pada 21 Mei 1998, dilansir Tempo edisi khusus Soeharto, Setelah Dia Pergi, edisi 4-10 Februari 2008.
Baca juga: Sejarah Hari Reformasi Nasional 21 Mei 1998, Mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI
Jauh sebelum Soeharto lengser, berbagai rentetan peristiwa telah menunjukkan tanda-tanda hilangnya pengaruh Jenderal besar ini.
Hal ini berawal pada Juli 1997, saat krisis ekonomi mulai menghantam Indonesia.
Kala itu, nilai tukar rupiah terus merosot hingga memicu aksi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia.
Para mahasiswa turun ke jalan, hal yang dilarang pada saat itu, untuk menyuarakan reformasi.
Setelahnya, pada Februari-Maret 1998, sejumlah aktivis demokrasi diculik selama berhari-hari.
Penculikan ini diyakini sebagai upaya pemerintah meredam gerakan para aktivis.
Para aktivis yang diculik adalah Nezar Patria, Andi Arif, Desmon J Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Herman Hendrawan, Rahardjo Waluto Djati, Faisal Riza, dan Mugianto.
Kerusuhan Mei 1998