Ghufron menggugat pasal yang mengatur syarat untuk bisa menjadi pimpinan KPK adalah berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Dalam UU KPK sebelumnya, dalam pasal yang sama, syarat menjadi pimpinan KPK minimal 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Dalam amar putusannya, MK mengabulkan gugatan Ghufron untuk seluruhnya. Kini, ada penambahan syarat yakni mereka yang berpengalaman sebagai Pimpinan KPK.
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman.
"Menyatakan Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang semula berbunyi "berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan" bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," jelas Anwar Usman.
"Sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan," tutur Anwar Usman.
Putusan MK Tidak Bulat
Meski gugatan yang diajukan Ghufron dikabulkan, namun putusan yang dibuat MK itu tidak bulat.
Empat Hakim Konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Mereka menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Empat Hakim Konstitusi tersebut yakni: Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Keempat hakim konstitusi tersebut menilai seharusnya gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron ditolak. “Kami berpendapat, petitum pemohon yang memohon kepada mahkamah untuk memaknai norma pasal 34 UU 30/2002 menjadi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 tahun' adalah tidak beralasan menurut hukum sehingga seharusnya mahkamah menolak permohonan a quo," kata Hakim Konstitusi Enny saat membacakan dissenting opinion atas putusan MK yang mengabulkan gugatan Nurul Ghufron.
Enny menjelaskan argumen yang dibangun oleh pemohon sama sekali tidak menyinggung soal keterkaitan masa jabatan pimpinan KPK dengan konteks kelembagaan.
Ghufron dinilai hanya mengutarakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang lebih singkat dibandingkan beberapa lembaga lainnya memunculkan ketidaksetaraan.
"Munculnya anggapan bahwa kedudukan KPK lebih rendah dibandingkan dengan lembaga non kementerian lainnya merupakan asumsi belaka karena tidak ditopang oleh bukti yang cukup meyakinkan," kata Enny.