News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

8 Pakar Hukum Indonesia Ini Ikut Eksaminasi Putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, saat menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) di PN Jaksel, Senin (13/2/2023). Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati, lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu penjara seumur hidup.

Jadi, kata dia, eksaminator menilai hakim telah melakukan proses halusinasi. Sebab, lanjut Ali, hakim membuat fakta-fakta itu tidak ada di persidangan tapi menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo.

"Jadi disitu, eksaminator mengatakan hakim itu bahasa kasarnya itu melakukan proses halusinasi. Sehingga, majelis eksaminator mengatakan pidana mati itu tidak layak dijatuhkan dalam perkara a quo. Karena apa? Karena pertimbangan hukum yang dipaparkan hakim di dalam dokumennya itu tidak lengkap," ungkapnya.

Berikutnya, Ali mengatakan tes poligraf. Menurut dia, majelis hakim menggunakan tes poligraf padahal versi eksaminator itu investigasi dan tidak diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

"Jadi semuanya dianggap bohong, kecuali Richard Eliezer yang jujur. Ini versi majelis hakim," kata Ali.

Akibatnya, kata dia, tes poligraf berimbas kepada apakah Ferdy Sambo menembak atau tidak. Berdasarkan keterangan ahli hasil eksaminasi, lanjutnya, bahwa ada 7 peluru yang bersarang di tubuh korban. 5 peluru itu clear berasal dari senjata Richard Eliezer. Lalu, ada dua peluru itu tidak dapat diidentifikasi karena serpihannya sangat kecil. 

"Oleh majelis hakim disimpulkan, karena jelas 5 peluru itu berasal dari Richard Eliezer, maka dua peluru yang tidak bertuan itu disimpulkan pelurunya Ferdy Sambo. Sehingga, hakim mengatakan bahwa Ferdy Sambo juga ikut menembak, walaupun pertimbangan majelis hakim ini bertentangan dengan bukti ilmiah, keterangan ahli dan balistik," ujar dia.

Selanjutnya, Ali mengatakan pasal yang dikenakan turut serta kepada Ferdy Sambo. Menurut dia, pasal turut serta sebenarnya tidak tepat tapi harusnya menganjurkan. Tapi problemnya, kata dia, pasal tentang penganjuran itu tidak masuk dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

"Hakim nanti terjebak kira-kira dengan cara pandang dia, karena sejak awal hakim sudah mengklaim ini adalah turut serta," katanya.

Terakhir, Ali mengatakan isu hukum untuk Ferdy Sambo terkait obstruction of justice. Menurut dia, Prof Eddy Hiariej menyebut bahwa obstruction of justice itu ditujukan bukan kepada pelaku kejahatan tapi orang lain yang membantu menghalang-halangi pelaku atau saksi. 

"Jadi Prof Eddy mengatakan tidak tepat kalau dalam perkara a quo, Ferdy Sambo dikenakan pasal tentang obstruction of justice, karena dia adalah pelaku dalam perkara a quo. Harusnya, pasal itu dikenakan kepada orang lain yang menghalang-halangi proses penyidikan suatu perkara pidana," jelas Ali.

Terkait Putri , Ali mengatakan ada dua isu hukum yaitu turut serta dan pembunuhan berencana.

Baca juga: Kasus Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Kasasi

Menurut dia, majelis eksaminasi menyebut tidak mungkin terjadi turut serta pada delik yang selesai.

Alasannya, kata dia, turut serta terjadi pada fase sebelum kejahatan terjadi dan ketika kejahatan terjadi. Sehingga, tidak mungkin pada kejahatan telah selesai dilakukan. Sementara, eksaminasi ini banyak fakta hukum yang dijadikan pertimbangan hakim ketika Putri ikut terlibat pembunuhan itu sama sekali tidak ada kaitan dengan Ferdy Sambo.

“Niat Ferdy Sambo itu kan munculnya di Jakarta, bukan Magelang. Tetapi, fakta hukum yang diduga dimasukkan oleh hakim adalah fakta-fakta yang di Magelang, sehingga itu tidak masuk. Kedua, banyak fakta hukum oleh hakim dijadikan pertimbangan bahwa PC juga turut serta, itu fakta setelah korban meninggal,” kata dia.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini