News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

8 Pakar Hukum Indonesia Ini Ikut Eksaminasi Putusan Hukuman Mati Ferdy Sambo

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, saat menjalani sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) di PN Jaksel, Senin (13/2/2023). Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati, lebih ringan dari tuntutan JPU, yaitu penjara seumur hidup.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma’ruf terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua, masih menjadi sorotan publik. 

Kini, para akademisi melakukan eksaminasi terhadap putusan hukuman pidana mati Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Tercatat, ada delapan eksaminator di antaranya Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang saat ini menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Marcus Priyo Gunarto, Prof. Amir Ilyas, Prof Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun dan Agustinus Pohan.

Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahrus Ali menjelaskan yang dieksaminasi adalah dokumen terkait perkara a quo kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo. Setelah itu, dibuatkan isu hukum untuk Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

"Karena ini adalah eksaminasi, maka jelas kajiannya doktrinal karena dibatasi kepada dokumen yang tertulis. Dokumen itulah dikaji para eksaminator," kata Ali dikutip dari Youtube LKBH FH UII, dikutii Minggu (11/6/2023).

Untuk Ferdy Sambo, kata dia, ada tujuh isu hukum dan Putri Candrawathi ada dua isu hukum. 

Menurut dia, apakah perbuatan Ferdy Sambo masuk dalam kategori Pasal 340 KUHP atau Pasal 338 KUHP.

"Memang, secara umum mengatakan bahwa ini sebenarnya tidak tepat untuk Pasal 340, tapi lebih tepat Pasal 338. Karena apa? Keadaan tenang itu tidak terbukti," ujar Editor buku berjudul 'Pidana Mati Berdasarkan Asumsi, Kajian Putusan Perkara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi' ini.

Baca juga: Putrinya Ultah ke-22, Isi Surat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk Trisha Eungelica Disorot

Masalahnya, kata Ali, dalam perkara a quo itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya berdasar pada satu keterangan saksi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada Richard.

"Yang keterangan saksi Richard Eliezer itu sama sekali berbeda, bahkan bertentangan dengan saksi yang lain. Sehingga, majelis eksaminator mengatakan ini tidak tepat kalau kemudian dasarnya hanya satu keterangan," jelas dia.

Termasuk misalnya, lanjut dia, motif dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yang menjadi isu hukum. Memang, semua eksaminator menyebut bahwa motif itu bukan unsur sehingga tidak wajib dibuktikan.

"Tetapi, karena majelis hakim dalam perkara a quo menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo, maka pertimbangan hukum hakim itu harus lengkap, salah satunya adalah motif," sebutnya.

Menurut dia, ada yang menarik jika membaca pertimbangan hukum hakim. Kalau versi penasehat hukum, kata dia, ada faktor pemerkosaan sehingga Ferdy Sambo melakukan tindakan yang tidak boleh. Sementara, jaksa menyebut bahwa motifnya itu bukan perkosaan tapi perselingkuhan.

"Kemudian, hakim menolak kedua motif itu dan mengatakan motifnya adalah kecewa. Walaupun kalau kita membaca pertimbangan hakim, itu tidak jelas kecewanya karena apa," ucapnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini