TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan, tak akan melaporkan eks Wamenkumham Denny Indrayana ke polisi.
Hal ini terkait Denny Indrayana yang menyebut mendapatkan informasi bahwa putusan MK akan mengesahkan sistem proporsional tertutup dalam gugatan sistem Pemilu, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, MK mempercayakan proses hukum dalam perkara bocoran putusan kepada polisi.
Terlebih, lanjut Saldi, MK menyadari sudah ada laporan polisi terhadap Denny Indrayana.
"Memang ada diskusi perlu nggak lapor ke polisi, kami di MK memilih sikap tidak akan melangkah sejauh itu biar polisi yang bekerja karena sudah ada laporan terkait itu," kata Saldi Isra, dalam konferensi pers setelah sidang pembacaan putusan MK, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Kamis (15/6/2023) hari ini.
Kemudian, Saldi menuturkan, MK siap membantu pihak kepolisian jika diperlukan dalam mengusut laporan terhadap Denny.
"Kalau sewaktu-kami kami diperlukan, kami akan kooperatif terhadap itu," ungkap Saldi.
"Kami harap (laporan terhadap Denny di polisi) ditangani sesuai prinsip penegakkan hukum yang objektif," katanya.
Meski demikian, Saldi mengatakan, MK memilih melaporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat dimana Guru Besar Hukum Tata Negara itu bernaung.
Kata Saldi, MK menilai organisasi advokat dapat mempertimbangkan sanksi yang tepatbdijatuhkan kepada Denny.
"Akan laporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat dimana Denny Indrayana terdaftar," ucapnya.
Lebih lanjut, menurut Saldi, Denny Indrayana berkemungkinan terkena sanksi atas pelanggaran etik akibat tindakannya.
"Biar organisasi yang menilai apakah yang dilakukan Denny Indrayana itu langgar etik sebagai advokat atau tidak," ungkap Hakim Konstitusi itu.
Sementara itu, Saldi mengungkapkan, MK mencoba berkomunikasi resmi dengan Denny dengan bersurat.
Namun, lanjutnya, upaya MK tersebut terkendala karena Denny Indrayana tinggal di luar negeri
"Kita sedang bersurat karena terbatas dia di Australia," ungkapnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (15/6/2023) hari ini.
Baca juga: MK akan Laporkan Denny Indrayana ke Organisasi Advokat Pekan Depan
MK menjadwalkan sidang putusan perkara tersebut digelar pada pukul 09.30 WIB.
Lewat sidang itu, hakim MK akan menentukan apakah sistem pemilu di Indonesia tetap proporsional terbuka atau diubah menjadi proporsional tertutup.
Sambil menunggu putusan MK itu, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membagikan cerita di akun media sosialnya Instagram.
Dia memberi judul ceritanya yakni "Four Musketeers".
Four Musketeers merupakan judul film yang pernah populer dari Inggris.
Berkisah mengenai empat pendekar yang berjuang melawan tirani kerajaan.
Denny Indrayana mengawali tulisannya soal fokus publik pagi ini yang terarah ke MK, menunggu putusan soal sistem pemilu legislatif.
"Saya ingin berbagi cerita yang lebih ringan, humanis, tapi tidak kalah penting," ujar Denny Indrayana.
"Ini soal persahabatan," ujar Denny menambahkan.
Dia lalu memposting foto kebersamaannya dengan pengamat hukum Dr. Refly Harun dan Dr. Zainal Arifin Mochtar.
"Dulu bukan hanya bertiga, kami sering berempat dengan Prof. Dr. Saldi Isra, sering bersama dalam banyak forum diskusi offline maupun online," ujar Denny.
Menurut dia mereka berempat malah sempat punya grup WA (WhatsApp).
"Kami berempat diikat oleh perhatian pada dua kata kunci yang sama konstitusi dan antikorupsi. Tidak jarang kami menulis kolom di satu harian bersamaan," katanya.
Denny mengaku sempat ikut membaca draft disertasi ketiga sahabatnya itu yakni Prof. Saldi soal proses legislasi, Dr. Refly soal pemilu, dan Dr. Zainal soal komisi independen.
"Sejak Prof. Saldi mengemban amanah sebagai Hakim Konstitusi, kami sudah sangat jarang berkomunikasi, kecuali sekali dua bertukar pesan WA saat lebaran, misalnya," ujar Denny.
Mereka menghormati dan menjaga etika hakim konstitusi yang terbatas bertemu dengan para pihak yang berperkara di MK.
Etika dan integritas itu sangat penting dijaga sehingga persahabatan dan komunikasi kami pun terpaksa "dikorbankan".
Hari ini menurut Kompas.com, setelah putusan dibacakan, Prof. Saldi akan memberikan konferensi pers MK soal pernyataan saya terkait sistem pemilu, yang sempat viral dan mendapat berbagai tanggapan.
"Saya hanya ingin katakan, kehormatan MK harusnya bukan ditentukan oleh satu cuitan saya di social media," katanya.
Menurut Denny kehormatan MK sebenarnya ditentukan oleh MK sendiri, tentu melalui profesionalitas dan kualitas putusannya yang berkeadilan, serta melalui etika moralitas para hakim konstitusi yang berderajat Negarawan.
"Kita simak apa putusan MK hari ini. Satu misteri bagaimana putusan akan terungkap," ujarnya.
Soal misteri lainnya, lanjut Denny, siapa sumber kredibel yang memberikan informasi kemungkinan putusan MK kepadanya.
"Biarkanlah hanya kami dan Tuhan yang tahu," katanya.