Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerugian korupsi BTS Kominfo diduga mengalir ke sejumlah pihak.
Pihak-pihak itu terbagi menjadi dua klaster, pemborong dan penerima saweran.
Baca juga: Profil Muhammad Yusrizki, Petinggi Kadin Tersangka Baru Kasus Dugaan Korupsi BTS 4G
"Klaster pemborong yang lebih besar plus klaster suplier barang, terus penerima saweran yang diduga harusnya mengawasi tapi tak mengawasi," ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman saat dihubungi, Jumat (16/6/2023).
Untuk klaster pemborong, MAKI mengungkapkan masih ada yang belum dijerat oleh Kejaksaan Agung, yakni berkaitan dengan penyelenggaraan paket 1, 2, dan 3.
Sebagai informasi, kontrak paket 1 pembangunan BTS Kominfo terdiri dari 269 titik di Kalimantan dan 439 titik di Nusa Tenggara Timur.
Kemudian kontrak paket 2 pembangunan BTS Kominfo terdiri dari 17 titik di Sumatra, 198 titik di Maluku, dan 512 titik di Sulawesi.
Dilansir dari siaran resmi Kominfo, kontrak paket 1 dan 2 dimenangi oleh Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data sebagai konsorsium.
Adapun paket 3 terdiri dari 409 titik di Papua dan 545 titik pembangunan di Papua Barat yang dikerjakan oleh PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT Sansaine Exindo sebagai konsorsium.
Baca juga: Pakar Sebut Johnny G Plate Tak Bisa Ajukan JC jika Jadi Pelaku Utama di Kasus BTS Bakti Kominfo
Kemudian paket 4 terdiri dari 966 titik di Papua dan paket 5 terdiri dari 845 titik di Papua.
Paket 4 dan 5 dikerjakan oleh PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan ZTE Indonesia sebagai konsorsium.
"Artinya yang lebih besar nilainya, diduga paket 1, 2, 3. Itu inisialnya JS," katanya.
JS sendiri sebelumnya telah masuk dalam daftar nama yang dicegah bepergian keluar negeri terkait kasus BTS sejak 25 November 2022.
Dia juga telah diperiksa tim penyidik dan mengembalikan uang Rp 36,8 miliar ke Kejaksaan Agung.