Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief.
Pemeriksaan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara pada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) tahun 2019-2021 mengalir ke acara Musda Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim).
Andi Arief akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud (AGM) dkk.
"Hari ini pemeriksaan atas nama Andi Arif, swasta/Kepala Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat dan Ariyanto, swasta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (19/6/2023).
Pantauan Tribunnews.com, Andi Arief tiba di Gedung KPK sekira pukul 09.26 WIB.
Andi mengeklaim tidak ada aliran duit korupsi yang dilakukan Abdul Gafur ke kegiatan Musda Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim).
"Enggak ada kalau ke Musda, enggak ada. Kalau kepentingan pribadi saya enggak tahu itu. Namanya juga pribadi," ucap Andi.
Baca juga: Andi Arief Akui Ricky Ham Pagawak Pernah Beri Uang Sumbangan ke Kader Demokrat
Konstruksi kasus
Diketahui, KPK sebelumnya menduga aliran uang dalam kasus dugaan korupsi terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara pada Perumda tahun 2019-2021 mengalir ke acara Musda Partai Demokrat Kaltim. Jumlahnya tak sedikit, ada miliaran rupiah.
Diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata korupsi tersebut dilakukan oleh tiga perumda.
Caranya, yaitu pencairan dana penambahan penyertaan modal dengan melawan hukum.
Kemudian uang itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk mengalir ke Musda Partai Demokrat.
"Supporting dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kalimantan Timur," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).
Aliran ke Musda tersebut diduga berasal dari uang korupsi yang diterima oleh Abdul Gafur Mas’ud selaku Bupati Penajam Paser Utara periode 2018-2023 sekaligus Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo Taka.
Dia diduga melakukan korupsi bersama tiga orang lainnya yakni, Baharudin Genda, Direktur Utama Perumda Benuo Taka Energi; Heriyanto, Direktur Utama Perumda Benuo Taka; danKarim Abidin, Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo Taka.
Perumda tersebut mendapatkan pencairan dana miliaran rupiah yang disepakati dalam rapat paripurna R-APBD bersama dengan DPRD.
Dari uang miliaran rupiah yang cair itu, Rp6 miliar diduga dikorupsi oleh Abdul Gafur.
Uang itu pula yang mengalir sebagiannya ke Musda Partai Demokrat.
Selain itu, uang itu juga digunakan Abdul Gafur untuk menyewa private jet hingga menyewa helikopter.
Abdul Gafur menjadi salah satu calon Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur di Musyawarah Daerah (Musda) ke-5.
Ketika itu, dia sedang menjabat Ketua DPC Demokrat Balikpapan.
Abdul Gafur terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Januari 2022 di Jakarta.
Kala itu, sedang ada proses pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur di Jakarta.
Abdul Gafur dkk kemudian dijerat sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, suap juga diduga terkait perizinan sejumlah hal.
Merujuk dakwaan, Abdul Gafur diduga menerima suap Rp5,7 miliar. Atas perbuatannya, ia dihukum 5,5 tahun penjara.
Kini, Abdul Gafur kembali menjadi tersangka. Kali ini dugaan korupsi dana Perumda yang diduga merugikan keuangan negara.
Terkait pelaksanaan sebuah Musda secara umum, Alex menjelaskan bahwa biasanya memang berasal dari para kader.
"Sebetulnya sih patut diduga, patut diduga kegiatan-kegiatan partai itu juga, termasuk pembiayaannya, itu kan biasanya berasal dari para kader, para kader itu juga ada yang menduduki anggota DPRD, ada yang menduduki kepala daerah, dan memang sudah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa kegiatan-kegiatan Musda atau rapat-rapat partai itu salah satu sumber pembuatannya itu berasal dari kader," katanya.
Yang harus dipertanyakan, menurut Alex, sumber uang tersebut. Kemudian, apakah partai tahu uang itu merupakan hasil korupsi.
"Nah pertanyaannya, apakah pihak partai mengetahui bahwa uang-uang itu yang digunakan untuk mengadakan musyawarah dari hasil korupsi, kan seperti itu. Ini tentu yang harus didalami," tutur Alex.
Alex pun mengatakan pihaknya akan berupaya menarik kembali uang tersebut. Sebab, itu merupakan kerugian negara yang harus diselamatkan.
"Kalau kepentingan kita, bagaimana kita bisa mengembalikan uang dari daerah yang tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat atau untuk kepentingan publik," sebutnya.
"Kalau untuk kepentingan partai kan bukan kepentingan publik, tapi untuk kepentingan kelompok tertentu. Kita upayakan untuk mengembalikan uang digunakan bukan untuk kepentingan publik sesuai yang dianggarkan dalam APBD," imbuh Alex.