TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Soal dugaan kebocoran dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM yang seret nama Ketua KPK Firli Bahuri, KPK dengan Polda Metro Jaya ada perbedaan.
Di KPK, Firli Bahuri lolos dari sidang etik dugaan kebocoran dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM.
Dewas KPK menyatakan tak menemukan bukti pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dalam dugaan membocorkan dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM.
Adapun Firli Bahuri dilaporkan mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan 16 pihak lainnya soal dugaan kebocoran itu.
Baca juga: Setoran Pungli di Rutan KPK Gunakan Rekening Pihak Ketiga, Nilainya Capai Rp 4 Miliar
Sementara itu dugaan kebocoran ini juga dilaporkan sejumlah pihak ke Polda Metro Jaya termasuk oleh Brigjen Endar Priantoro.
Hasilnya laporan dugaan kebocoran penyelidikan di Kementerian ESDM ini dikabarkan naik ke tahap penyidikan.
Hal ini disebutkan oleh pelapor yakni Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho saat dirinya diperiksa penyidik Polda Metro Jaya.
"Iya (sudah naik penyidikan), saya dapat informasi itu saat memenuhi panggilan penyidik Polda hari Selasa (13/6) yang lalu," kata Kurniawan kepada Tribunnews.com, Senin (19/6/2023).
Saat itu, Kurniawan mengaku mendapat informasi jika ada sebanyak 16 laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya.
Namun, laporan tersebut dijadikan satu berkas karena substansinya sama.
Meski sudah naik penyidikan, Kurniawan menyebut jika belum ada tersangka dalam laporannya tersebut.
Dewas KPK Tak Temukan Bukti Pelanggaran Etik Firli Bahuri Bocorkan Dokumen Penyelidikan
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tak menemukan bukti pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dalam dugaan membocorkan dokumen penyelidikan di Kementerian ESDM.
Adapun Firli Bahuri dilaporkan mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan 16 pihak lainnya.
"Memutuskan bahwa laporan Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan saudara Firli Bahuri melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," ujar Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2023).
Tumpak menjelaskan Dewas pun tidak menemukan adanya komunikasi antara Firli dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite.
Bahkan, Dewas juga tidak menemukan adanya perintah Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk menyuruh Sihite menghubungi Firli.
Hal ini diputuskan Dewas KPK setelah memeriksa Firli Bahuri, Idris Froyoto Sihite, dan Arifin Tasrif.
"Tidak ditemukan komunikasi antara Idris Sihite dengan saudara Firli. Tidak ditemukan komunikasi saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan saudara Idris Sihite untuk menghubungi saudara Firli," terang Tumpak.
Firli Bahuri Bantah Bocorkan Dokumen Penyelidikan
Sebelumnya Firli Bahuri pun telah membantah membocorkan dokumen penyelidikan di lingkungan Kementerian ESDM.
Firli mengeklaim, dirinya tidak mungkin menghancurkan kerja-kerja pemberantasan korupsi.
"Saya ini sudah 38 tahun menjadi polisi. Saya tidak pernah menghancurkan karir saya. Jadi apa pun yang dikatakan orang, saya pastikan saya tidak pernah melakukan itu," kata Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Firli mengaku tidak pernah memberikan dokumen atau catatan apa pun kepada orang lain.
Ia pun mengeklaim, dokumen yang diterimanya tidak pernah digandakan.
"Saya tidak pernah memberikan dokumen apapun kepada siapa pun dan tidak pernah memberikan catatan apa pun kepada orang," kata Firli.
Laporan soal Kebocoran ESDM di KPK yang Diusut Polda Metro Jaya Disebut Naik ke Penyidikan
Laporan kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan perkara korupsi di Kementerian ESDM di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah diusut Polda Metro Jaya disebut sudah naik penyidikan.
Hal ini disebutkan oleh pelapor yakni Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho saat dirinya diperiksa penyidik Polda Metro Jaya.
"Iya (sudah naik penyidikan), saya dapat informasi itu saat memenuhi panggilan penyidik Polda hari Selasa (13/6) yang lalu," kata Kurniawan kepada Tribunnews.com, Senin (19/6/2023).
Saat itu, Kurniawan mengaku mendapat informasi jika ada sebanyak 16 laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya.
Namun, laporan tersebut dijadikan satu berkas karena substansinya sama.
Meski sudah naik penyidikan, Kurniawan menyebut jika belum ada tersangka dalam laporannya tersebut.
"Tapi memang belum ada tersangka dalam sprindik itu. Masih dalam proses sidik. Apakah perbuatan itu langsung dilakukan oleh Ketua KPK seperti video yang beredar di medsos beberapa bulan lalu, ataukah ada pihak internal KPK yang lain sebagai pelakunya, kita lihat perkembangan penyidikan," tuturnya.
Lebih lanjut, Kurniawan mengatakan dirinya mempercayakan kasus tersebut untuk ditangani penyidik Polda Metro Jaya karena hal ini berdampak kepada kerugian negara.
"Kami yakin penyidik polda mampu bertindak profesional dlm menuntaskan perkara. Mengingat tindak pidana yang disidik kpk adalah perkara serius dan merugikan negara, yang hingga saat ini tidak jelas arah penanganannya, bahkan sebagai akibat dari bocornya hasil penyelidikan KPK tersebut, sangat mungkin para calon tersangka sudah menghilangkan barang buktinya," jelasnya.
Sementara itu, Tribunnews.com sudah mencoba menghubungi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko terkait hal tersebut.
Namun, hingga berita ini ditayangkan, Kombes Trunoyudo belum memberikan jawaban perihal laporan tersebut.
Sebagai informasi, Polemik soal dugaan kebocoran dokumen penyelidikan perkara korupsi di Kementerian ESDM berlanjut.
Kini kasus tersebut dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 11 April 2023 oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Dalam hal ini pelapor adalah Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho. Sementara, untuk terlapor tertulis masih dalam penyelidikan atau lidik.
"Laporan ini terkait dengan bocornya hasil penyelidikan KPK atas tindak pidana korupsi dalam bidang pertambangan di Kementerian ESDM, yang ditemukan pada saat penggeledahan di kantor ESDM," kata Kurniawan saat dihubungi, Selasa (11/4/2023) malam.
Kurniawan mengatakan alasan mengapa pihaknya membuat laporan ke Polda Metro Jaya karena tempat kejadian perkara kasus tersebut terjadi di wilayah Polda Metro Jaya.
"Laporan disampaikan ke Polda Metro karena tempat kejadian perkara diduga berasa di wilayah hukum Polda Metro yaitu Jakarta Selatan (KPK) dan Jakarta Pusat (Kementerian ESDM)" tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Kurniawan, sosok Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto yang dulunya menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK menjadi alasan kuat pihaknya melapor ke Polda Metro Jaya.
"Di samping itu karena Kapolda Metro yang baru adalah mantan direktur penyidikan KPK. Sehingga dia sangat paham dokumen mana yang termasuk dokumen rahasia dan mana yang konsumsi publik," ungkapnya.
Adapun dalam laporan tersebut, Kurniawan melaporkan dugaan tindak pidana kejahatan keterbatasan informasi publik dengan menyertakan pasal 54 dan atau pasal 112 KUHP UU Nomor 14 tahun 2014 tentang keterbukaan informasi publik.
Polda Metro Jaya Terima 6 Laporan Terkait Polemik KPK: Semua Ditelaah
Polda Metro Jaya menerima enam laporan terkait kisruh dan polemik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Total ada enam laporan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko saat dikonfirmasi, Kamis (12/4/2023).
Meski begitu, Trunoyudo tak merinci laporan yang sudah diterima tersebut.
Dia hanya mengatakan semua laporan akan ditelaah pihaknya.
"Terkait laporan tersebut akan ditelaah lebih lanjut oleh Polda Metro Jaya dan mempelajari peristiwa yang dilaporkan serta kaitan pelapornya dengan peristiwa tersebut," jelasnya.
Makin Panas Tak Hanya Laporkan Firli ke Dewas, Endar Juga Polisikan Sekjen dan Karo SDM
Polemik pencopotan Brigjen Endar Priantoro makin merembet dan kian panas.
Tak hanya melaporkan pimpinan KPK Firli Bahuri dan Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa ke Dewas KPK.
Brigjen Endar Priatoro juga melaporkan Sekjen Cahya Hardianto Harefa dan Karo SDM KPK Zuraida Retno ke Polda Metro Jaya.
Beragam perlawanan ditempuh Brigjen Endar Priantoro atas pencopotan dirinya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Terkini Dewas KPK sudah memproses laporan itu, lima pimpinan KPK pun digilir untuk diperiksa.
Senada, Polda Metro Jaya juga mulai mentelaah laporan dari Brigjen Endar Priantoro.
Tak hanya soal pencopotan, ternyata Brigjen Endar Priantoro juga melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK terkait dugaan kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi.
Terpisah Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan Brigjen Endar Priantoro masih ditugaskan di KPK.
Baca juga: Firli Bahuri Cs Tolak Diklarifikasi Ombudsman Soal Brigjen Endar, Praswad: Pimpinan KPK Ugal-ugalan
Diketahui selain diberhentikan, KPK juga sudah mengirimkan surat pengembalian Brigjen Endar Priantoro ke instansi asalnya yakni, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Pemberhentian sekaligus pemulangan Endar ke Korps Bhayangkara tersebut tidak sejalan dengan surat keputusan yang telah dikirim Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke pimpinan KPK.
Di mana sebelumnya, Kapolri menyurati pimpinan KPK yang intinya menugaskan kembali Endar untuk tetap menjabat Direktur Penyelidikan KPK.
Namun, surat tersebut tidak digubris oleh pimpinan KPK.
Pimpinan KPK menolak keputusan Kapolri yang tetap menugaskan kembali Endar di lembaga antirasuah.
Bahkan, KPK telah menunjuk Jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) Ronald Worotikan untuk mengisi jabatan Direktur Penyelidikan sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Brigjen Endar Laporkan Sekjen dan Karo SDM KPK ke Polda Metro Jaya
Polemik pencopotan Brigjen Pol Endar Priantoro dari Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbuntut panjang.
Terbaru, atas polemik tersebut, Endar melalui kuasa hukumnya melaporkan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa dan Karo SDM KPK, Zuraida Retno ke Polda Metro Jaya, Selasa (11/4/2023).
Laporan ini diketahui terdaftar dengan nomor LP/B/1959/IV/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 11 April 2023 dengan pelapor kuasa hukum Endar, Rakhmat Mulyana atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
"Iya benar. Kami menilai Sekjen dan Karo SDM ini menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negeri sipil yang berwenang, tidak mendasarkan pada peraturan," kata Rakhmat saat dihubungi, Selasa (11/4/2023).
Rakhmat mengatakan dalam surat pencopotan terhadap kliennya tersebut tidak disertai alasan yang jelas.
Ia juga menyebut keputusan pencopotan itu juga bertentangan dengan surat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tanggl 29 Maret lalu terkait perpanjangan masa penugasan Endar di KPK.
"Yang menjadi masalah bahwa Dalam SK pemberhentian tersebut di poin menimbang tidak disebutkan alasan-alasan kenapa kemudian pak Endar dikembalikan ke kepolisian. Padahal Kapolri sendiri sudah mengirimkan surat sebelumnya bahwa pak Endar diperpanjang masa tugasnya di KPK," tuturnya.
Dalam laporannya, Rakhmat menyertakan barang bukti berupa surat Kapolri soal perpanjangan penugasan Endar hingga surat pemberhentian Endar.
Di samping itu, Rakhmat menjelaskan alasan tidak melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri atas pencopotan jabatan kliennya.
Hal ini karena dalam surat keputusan pemberhentian itu ditandatangani oleh Sekjen dan diserahkan oleh Karo SDM.
Namun, Rakhmat menyebut Firli bisa saja dilaporkan jika ternyata ikut terlibat dalam proses pemberhentian Endar dari KPK.
"Misalkan itu firm perintah dari pimpinan, bisa begitu berkembang. Namun yang sudah pasti susah jelas bahwa surat dan tanda tangan itu dari Sekjen dan Karo SDM kan pertimbangan," ucap dia.
Keduanya dilaporkan terkait dugaan tindak pidana penyelahgunaan wewenang atau jabatan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 Jo Pasal 421 KUHP.
Respons KPK Sikapi Laporan Brigjen Endar Priantoro ke Polda Metro Jaya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pelaporan eks Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro ke Polda Metro Jaya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya menghargai langkah Endar tersebut.
Namun, menurut Ali, proses administrasi atas selesainya masa tugas seorang pegawai sebagai individu pada sebuah institusi badan hukum, merupakan bagian dari persoalan manajemen kepegawaian.
Di mana proses administrasi kepegawaian tersebut merupakan ranah hukum administrasi kepegawaian.
"Adapun sebagai pemahaman, hukum administrasi kepegawaian merupakan keseluruhan peraturan hukum yang mengatur mengenai hubungan antara pegawai dan pemerintah, termasuk segala kewajiban dan hak," kata Ali, Rabu (12/4/2023).
Penegakan hukum kepegawaian, kata Ali, diatur dalam undang-undang, terdiri dari sengketa pegawai yang diselesaikan melalui upaya administratif.
"Produk hukum dari administrasi kepegawaian adalah berupa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau tindakan administrasi," kata dia.
Baca juga: Ombudsman Punya Opsi Jemput Paksa Firli Cs soal Pencopotan Brigjen Endar
Karena terkait KTUN, sehingga dinilai lebih tepat sengketa terkait Brigjen Endar melalui mekanisme PTUN.
"Dalam persoalan tersebut, karena menyangkut produk KTUN, maka pengujian tentang adanya penyalahgunaan wewenang atau tidak, salah prosedur atau tidak maupun salah substansi atau tidak, merupakan ranah peradilan tata usaha negara (PTUN)," kata Ali.
"Sehingga tidak tepat jika dibawa pada ranah pidana berkenaan dengan penyalahgunaan wewenang dimaksud," imbuhnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com)