TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengaku sudah 5 tahun menderita stroke.
Hal ini disampaikan terdakwa Lukas Enembe, dalam sidang tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi terdakwa.
Hal itu berawal saat Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyoroti kesehatan dari terdakwa Lukas Enembe.
"Baik setelah kami bermusyawarah, yang akan kami tanggapi sekarang adalah masalah kesehatan ya. Tadi kan pada awal persidangan, saya sudah tanyakan secara langsung kepada terdakwa Lukas Enembe, apakah saudara sekarang ini dalam keadaan sehat?" kata Hakim, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).
"Tapi dijawab oleh beliau (Lukas) dalam keadaan sehat, sehingga itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk membacakan tanggapan atas nota keberatan saudara," sambungnya.
Selanjutnya, Hakim Ketua memastikan kesehatan terdakwa Lukas Enembe dan menanyakan perihal penanganan atas penyakit yang dideritanya.
"Sekarang kami akan memastikan lagi kepada saudara mengenai masalah kesehatan dan penanganan kesehatan saudara dalam waktu terakhir ini. Gimana Pak?" tanya Hakim Ketua kepada terdakwa Lukas.
Lukas kemudian mengungkapkan, penyakit yang telah dideritanya sejak lama.
"Saya ini stroke sudah 5 tahun, tidak bisa bicara. Saya stroke. Saya sakit," ungkap Lukas di hadapan majelis hakim.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe hadir langsung dalam sidang lanjutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023) hari ini.
Agenda sidang lanjutan, yakni mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi terdakwa Lukas Enembe, yang telah disampaikan beberapa waktu lalu.
Baca juga: Peran Gerius One Yoman, Kadis PUPR Papua Kini Ditahan Terkait Kasus Lukas Enembe
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, sidang dimulai sekira pukul 10.40 WIB.
Hakim Ketua meminta JPU KPK untuk memanggil masuk terdakwa Lukas Enembe ke ruang sidang.
Kemudian, terdakwa Lukas terlihat kembali memasuki ruang sidang tanpa menggunakan alas kaki.
Lukas kemudian duduk di kursi terdakwa, yang telah disediakan pihak Pengadilan Tipikor.
Selanjutnya, Hakim Ketua menanyakan kondisi kesehatan Lukas Enembe guna mencari tahu kemampuan terdakwa menjalani sidang lanjutan, hari ini.
"Baik saudara terdakwa Lukas Enembe. Saudara bisa mendengar suara kami, jelas?" tanya Hakim Ketua kepada Lukas Enembe.
"Bisa," jawab Lukas.
"Baik. Pemeriksaan perkara saudara hari ini dilanjutkan. Acaranya adalah tanggapan dari penuntut umum terhadap eksepsi atau nota keberatan yang saudara sudah ajukan secara pribadi dan dari tim penasih hukum, pada hari Senin yang lalu," ucap Hakim.
Kemudian, Hakim Ketua menegaskan kembali soal kondisi kesehatan Lukas.
"Apakah saudara hari ini dalam keadaan sehat?" tanya Hakim.
Lukas kemudian menjawab, dia dalam kondisi sehat. Meski demikian, terdakwa memperlihatkan kondisi kakinya yang semakim membengkak akibat penyakit yang dideritanya.
"Sehat. Tapi kakinya bengkak," jawab Lukas.
"Ini memang kalau kaki bengkak itu biasanya creatinin, fungsi ginjal yang terganggu Pak. Sesuai dengan hasil lab yang kemarin itu memang ada tanda bintang dua, itu memang kritis kesehatan," kata Hakim kepada Jaksa Penuntut Umum.
Hakim menyebut, hal tersebut akan menjadi pertimbangan majelis hakim ke depannya.
Sebelumnya, Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe didakwa menerima suap senilai total Rp45,8 miliar.
Hal ini terkait Lukas Enembe yang terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua.
Jaksa mengatakan, tindak pidana suap dilakukan Lukas pada rentang waktu 2017-2021 bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017 Mikael Kambuaya dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021 Gerius One Yoman.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp45.843.485.350,00," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
Secara rinci, jaksa menjelaskan, dsri jumlah keseluruhan itu sebesar Rp10.413.929.500 dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Kemudian, Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap jaksa.
Selain dijerat suap, Lukas Enembe Juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp1 miliar.
"Bahwa sebagai Gubernur Provinsi Papua Periode Tahun 2013-2018, pada tanggal 12 April 2013 bertempat di Bank BOA KCU Jayapura Jalan Sam Ratulangi Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua, Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun yang dikirim ke rekening Terdakwa pada Bank BCA nomor rekening 8140099938," ucap jaksa.
JPU kemudian mengungkapkan, Lukas tidak melaporkan penerimaan gratifikasi berupa uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam tenggang waktu 30 hari sebagaimana ditentukan Undang-Undang.
Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan suap dan gratifikasi tersebut diberikan agar Lukas Enembe bersama dengan Mikael dan Gerius mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sebagai informasi, Lukas Enembe sebenarnya juga dijerat Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun, penyidikan TPPU tersebut belum rampung dilakukan.