TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Kementerian Haji Arab Saudi mengisyaratkan perubahan mendasar dalam layanan penyelenggara haji tahun 2024 mendatang di mana kegiatan haji dan para jemaah haji adalah sumber devisa dan bisnis masa depan Arab Saudi.
Basis zonasi kawasan akomodasi dan transportasi di Masyair (Arafah, Muzdalifah dan Mina) tidak lagi merujuk negara asal jamaah. Namun yang mengajukan kontrak paling cepat dapat (layanan) Masyair terdekat."
Arah kebijakan baru ini terungkap dalam pertemuan Manteri Agama Yaqut Cholil Quomas dengan mitra utamanya di Timur Tengah, Taufiq F Al Rabiah, menteri haji dan umrah kerajaan Arab Saudi, Jumat (30/6/2023) malam di Makkah.
Momen pertemuan berlangsung di sela-sela Haflatul Hajj Al-Khitamy (Penutupan Penyelenggaraan Haji) di Kantor Kementerian Haji dan Umrah, Makkah, semalam.
Menteri urusan haji dari negara pengirim jamaah haji, juga hadir di event bertajuk “Khitaamuhu Misk” itu.
Dalam siaran persnya, Sabtu (1/7/2023), Kemenag mengungkap arah baru kebijakan " Hajj business process" itu jadi tantangan baru bagi otoritas haji di Tanah Air.
“Tahun depan, Saudi akan memberlakukan kebijakan baru bahwa lokasi di Masyair, utamanya Arafah dan Mina, ditentukan oleh negara yang lebih cepat menyelesaikan semua kontrak dan siap untuk musim haji 1445 H,” ujar Yaqut.
Sebagai negara pengirim jamaah haji terbesar, pihaknya berharap mitra kerja kemenag di DPR, Komisi VIII dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPK), juga bisa segara berakselerasi.
Sebagai langkah awal, akhir tahun ini, kemenag segara membuat road map dan proposal musim haji 1445 Hijriyah dan menyerahkannya ke otoritas haji Arab Saudi, as soon as possible.
Baca juga: Komisi VIII DPR RI Minta Pemerintah Benahi Sistem Manajemen Penyelenggaraan Ibadah Haji
Proposal itu berisi dokumen rangkaian tahapan kegiatan penyelenggaraan, mulai dari persiapan hingga keberangkatan jemaah pada musim haji 1445 Hjriah.
Kantor urusan haji (KUH) negara-negara pengirim jemaah haji, selain Indonesia, juga diharuskan mengikuti skema baru kebijakan layanan haji yang sudah direstui Putra Mahkota Arab, Muhammad bin Salman (MbS) ini.
Wacana periode pembahasan strategis soal haji antara Kemenag, Komisi VIII DPR dan BPKH, tak lagi merujuk kalender Tahun Kabisat melainkan kalender Hijriyah, penanggalan resmi Arab Saudi.
Selama lebih tiga dekade, otoritas haji kerajaan Arab Saudi membagi maktab jamaah sesuai asal negara.
Maktab atau pemondokan tenda jamaah asal Arab Saudi, Mesir, dan negara-negara Eropa, misalnya selalu berada dalam radius "walking distance" Jabal Rahmah di Arafah, dan Jamarat Bridge di Mina.
Perusahaan jasa travel haji raksasa misalnya, juga selalu lebih dekat dengan empat -situs utama Puncak Haji, Baitullah, Arafah, Muzdalifah dan Jamarat Mina.
Tahun ini, misalnya maktab Indonesia di Arafah, berada sekiyar 3 km dari Jabal Rahmah dan Masjis Namirah.
Baca juga: Tak Ada Wabah Penyakit, Menkes Saudi Klaim Berhasil Beri Layanan Kesehatan Haji
Di Mina, jamaah Indonesia ditempatkan di radius 2,5 hingga 6,1 km dari jamarat, situs utama wajob haji di 3 hari Tasyrik. Jika jalan kaki pulang pergi, jamaah Indonesia akan berjalan kaki sejauh 5 hingga 12 km.
Layanan haji Indonesia, di Masyair, tahun 2013 ini, sepenuhnya dibawa kendali perusahaan jasa haji; Masyariq, bersama 7 negara Asia Tenggara lain.
Dalam pertemuan dengan Kementerian Haji Arab Saudi, Mena Yaqut didampingi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Sekjen Kemenag Nizar Ali, Irjen Kemenag Faisal AH, Staf Khusus Menag Ishfah Abidal Aziz, Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, dan Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam.
Menag juga mengatakan, Menteri Taufiq menginformasikan bahwa penyelesaian kontrak layanan akomodasi dan Masyair ditargetkan pada 25 Februari 2024.
Negara yang menyelesaikan kontraknya lebih awal akan mendapat prioritas dalam mengambil dan memilih tempat di Masyair,” sambungnya.
Menag mengatakan, kebijakan baru ini menantang semua negara, termasuk Indonesia, untuk bergerak lebih cepat dalam persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1445 H.
Menag akan segera mendiskusikan hal ini dengan Komisi VIII DPR dan Badan Pengelola Keungan Haji (BPKH) agar bisa dilakukan langkah percepatan dalam persiapan, mulai dari kuota, pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), termasuk kemungkinan percepatan pelunasan biaya haji.
“Ini akan segera kita sikapi. Kami akan berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR RI dan BPKH guna membahas bersama langkah percepatan persiapan haji tahun depan,” tandasnya.