Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law menjadi undang-undang (UU) ditolak fraksi Demokrat DPR RI.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas meminta sedikit waktu untuk DPR dan pemerintah menyelesaikan sejumlah isu yang menurut Demokrat penting diwadahi di RUU Kesehatan.
Ibas menegaskan penolakan Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan silang pendapat antara Pemerintah dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Materi penolakan Partai Demokrat terhadap RUU, sama sekali tidak terkait dengan silang pendapat antara pemerintah dan IDI dan berbagai profesi di sektor kesehatan, itu poinnya," kata Ibas di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Ada dua poin utama yang disarankan Partai Demokrat, yaitu terkait mandatory spending alokasi anggaran bidang kesehatan dan liberalisasi dokter dan tenaga medis.
Ibas menyebut bahwa negara tetap hadir memiliki mandatory spending, yaitu kewajiban negara dan pemerintah sebetulnya untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk sektor kesehatan.
“Bukankah kita peduli dan ingin mendukung kemajuan bidang kesehatan? Bukankah kita ingin kesehatan di negeri kita semakin baik, maju, dan berkelas?” ujarnya.
Ibas menegaskan UU Kesehatan Tahun 2009 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebetulnya telah mengalokasikan mandatory spending kesehatan sebesar 5 persen.
“Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki mandatory spending sebanyak 20 persen ya karena kita tahu, angka dari kemajuan sumber daya manusia kita itu salah satunya, ya pendidikan. Maka kalau kita bicara usulan Demokrat, minimal tetap dipertahankan 5 persen. Itu sesungguhnya menunjukkan keberpihakan negara kepada kesehatan manusia dan masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilar utama dalam Human Development Index, sebetulnya segaris dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yang dulu Pemerintahan SBY juga ikut menjadi bagian dalam menyusunnya.
“Jadi clear di situ bahwa fraksi Partai Demokrat menginginkan mandatory spending 5 persen untuk bidang kesehatan kita tetap berjalan bahkan kalau perlu ditingkatkan,” tegas Ibas.
Baca juga: Resmi Disahkan, Fraksi PKS dan Partai Demokrat DPR RI Tolak UU Kesehatan
Selain itu, materi terkait liberalisasi dokter dan tenaga medis asing untuk menjalankan praktik di Indonesia juga menjadi sorotan.
Ibas menjelaskan bahwa fraksi Partai Demokrat tentu mendukung modernisasi rumah sakit dan peningkatan kompetensi dokter dan tenaga medis.
Ibas menginginkan adanya kemajuan tidak hanya infrastruktur kesehatan saja, tetapi juga sumber daya, para dokter, para perawat, dan para tenaga lainnya.
“Sama seperti kalau kita lihat, pergi ke rumah sakit RSPAD katakanlah, seperti itu juga, semakin hari semakin modern, semakin maju,” ungkapnya.
Namun, Ibas menilai liberalisasi dokter dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan tidak tepat dan tidak adil.
Menurutnya, hal ini sama seperti saat protes dan marah rakyat ketika tenaga kerja asing terlalu melebihi kewajaran dalam satu bidang usaha skala tertentu.
“Dan ini menurut kami tidak tepat dan tidak adil. Ingat, dokter di Indonesia juga kalau mau berpraktik di luar negeri ada aturan-aturannya. Saya pikir tidak semudah dibayangkan pergi ke Singapura, Australia, Amerika, Tokyo, Eropa dan seterusnya. Ada aturan-aturan yang saya pikir ketat yang tidak semudah dibayangkan bagi dokter dan tenaga medis kita untuk bekerja di luar negeri,” ungkap Ibas.
“Tentu kalimat ini bukan justru kita menghambat modernisasi dari aspek aturan bagi hospital atau rumah sakit dan tenaga medisnya, tetapi seluruh aturan yang adil bagi dokter-dokter Indonesia sebagaimana yang juga berlaku di negara-negara lain,” sambungnya.