TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa dalam berpolitik sangat penting untuk berproses serta memiliki kapital yang cukup.
Sehingga ketika menjadi politisi tidak tergoda oleh praktik politik yang koruptif.
Hal itu disampaikan JK dalam seminar "Anak Muda untuk Politik" Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia bekerja sama dengan Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) pada Rabu, (2/8/2023).
Acara tersebut dihadiri 140 mahasiswa dari 25 kampus dari berbagai daerah di Indonesia.
"Menjadi politisi semestinya adalah untuk menghidupkn politik, bukan hidup dari politik," katanya.
JK juga menekankan pentingnya pengalaman aktivisme dalam mengasah keterampilan berpolitik.
Menurutnya aktivisme harus dilakukan anak-anak muda sedari mereka di kampus.
"Caranya dengan aktif berorganisasi dan terlibat dalam isu-isu sosial politik," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mendorong anak muda untuk peduli pada politik. Keterlibatan anak muda di politik, menurutnya sangat penting untuk Indonesia yang lebih baik.
"Perjuangan tersebut tentunya menggunakan gagasan. Seperti yang dikatakan oleh Nakia kepada T’Challa (Raja Wakanda) dalam film Black Panther, “And it is not enough to be the sword, you must be the intelligence behind it”, kata Meutya.
Seminar ini diisi oleh tiga orang pembicara, yakni Hurriyah dari Puskapol UI, Phillips J. Vermonte dari CSIS, dan Andhyta F. Utami dari Think Policy.
Ketiga pembicara memberikan pandangan terhadap peran penting anak muda untuk penguatan demokrasi Indonesia.
Dosen Puskapol UI Hurriyah secara spesifik menyampaikan pentingnya memahami diri, hal ini tidak hanya sebagai voters, tetapi juga sebagai demos.
"Sebagai voters, kita menggunakan hak pilih untuk memilih pemimpin, sedangkan sebagai demos, kita adalah rakyat yang memiliki kewajiban untuk mengawasi praktik kekuasaan yang terbentuk akibat penggunaan hak pilih tersebut," katanya.
Hurriyah juga mengatakan, menjadi voters merupakan siklus pendek dan temporer, hanya selama lima menit di TPS, tetapi menjadi demos adalah peran jangka panjang selama masa pemerintahan berjalan.
"Dengan memiliki mindset seperti itu, partisipasi anak muda seharusnya tidak hanya terbatas pada keikutsertaan dalam memilih pemimpin lima tahun sekali," katanya.
Senada dengan Hurriyah, pembicara lainya yakni Phillips J. Vermonte dari CSIS juga menyampaikan bahwa partisipasi politik bukan hanya pada saat pemilu.
Melainkan juga dilakukan di antara rentang satu pemilu ke pemilu berikutnya.
Baca juga: Daftar Partai Politik Peserta Pemilu 2024 dengan Nomor Urut dan Lambang Partai
Selain itu, Phillips juga menyampaikan bahwa bukan berarti anak muda apatis, tetapi medan pertarungan anak muda saat ini sudah berubah, tidak lagi seperti yg dibayangkan generasi tua.
"Banyak inisiatif dan gerakan-gerakan kreatif yang saat ini dibangun anak muda. Hal ini memperlihatkan bahwa anak muda punya cara sendiri untuk menyelesaikan permasalahan politik, sebagi contoh platform Kawal Pemilu yang diinisiasi oleh sekelompok anak muda untuk menjawab kesimpangsiuran quick count di Pemilu 2014 lalu," katanya.