TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Rocky Gerung dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan pasal 156 KUHP (kebencian) dan 160 KUHP (penghasutan).
Kriminolog sekaligus Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan berhadapan dengan dua pasal tersebut, Polda Metro Jaya semestinya mengacu Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015.
"Yaitu jika diasumsikan bahwa WNI bernama Rocky Gerung telah sejak lama konfrontratif terhadap Presiden Jokowi," ujar Reza, Sabtu (5/8/2023).
Menurut dia sikap konfrontatifnya itu berpotensi mengarah pada tindak pidana (spesifik, mengandung kebencian dan membahayakan) maka Polri seharusnya sudah melakukan serangkaian tindakan preventif agar sebutan "BTP" tidak sampai terlontar.
"Langkah preventif dimaksud, antara lain mempertemukan WNI Rocky Gerung dan Presiden Jokowi," katanya.
Baca juga: KontraS Sebut Tindakan Laporkan Rocky Gerung ke Polisi Timbulkan Ketakutan di Masyarakat
Lainnya, mencari solusi perdamaian antara keduanya.
"Pertanyaannya sudah seintensif apa anggota Polri melaksanakan kewajiban tersebut?" ujar Reza.
Dikatakan bahwa surat Edaran Kapolri itu sangat bagus karena menunjukkan betapa Polri memprioritaskan restorative justice (RJ) berupa mediasi antarpihak. Litigasi belakangan.
Menurut dia RJ sendiri punya banyak kelebihan.
Secara umum, pertama, RJ lebih ekonomis ketimbang litigasi, sehingga menekan borosnya biaya penegakan hukum.
Kedua, pelaku yang menjalani RJ menurun kemungkinan mengulangi perbuatannya.
Ketiga, korban lebih berpeluang mendapat penggantian atas kerugian yang ia alami.
Keempat, masyarakat merasa ketenangan lebih cepat dan berskala luas.
"Nah bayangkan jika Rocky dan Jokowi duduk bersama. Banyak manfaatnya bagi semua. Termasuk kecerdasan publik dalam bernegara," kata Reza.