TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengagendakan pemeriksaan terhadap Pimpinan Pondok Pesantren (ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), Senin (7/8/2023).
"Iya betul diperiksa. Sekitar jam 10 pemeriksaan untuk PG," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan kepada wartawan, Senin (7/8/2023).
Nantinya, penyidik tidak hanya memeriksa Panji Gumilang saja dalam kasus ini, akan ada lima saksi lainnya yang diagendakan untuk diperiksa hari ini.
Namun, Whisnu tak merinci terkait identitas dan kapasitas lima saksi lain tersebut sehingga harus diperiksa sebagai saksi.
"Ada saksi lain sekitar 5 orang kalau hadir (akan diperiksa)" tuturnya.
Lebih lanjut, Whisnu mengatakan saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Ia menyebut pihaknya juga belum akan melakukan gelar perkara untuk meningkatkan status kasus tersebut seusai pemeriksaan Panji nanti.
Panji sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama setelah diperiksa selama empat jam di Bareskrim Polri.
Penetapan status tersangka ini setelah penyidik Direktorat Tindak Pidana Kriminal Umum Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dalam kasus tersebut.
Adapun Panji Gumilang dijerat Pasal 156 A tentang penistaan agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Penyidik sendiri saat ini telah melakukan penahanan terhadap Panji Gumilang di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri selama 20 tahun ke depan.
Polemik Panji Gumilang
Untuk informasi, Panji Gumilang sendiri terseret sejumlah kasus yang sedang dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Polri.
Pimpinan ponpes Al-Zaytun tersebut awalnya diduga melakukan penistaan agama atas pernyataan-pernyataan yang mengundang polemik.
Selain penistaan agama, polisi menemukan adanya tindak pidana lain selain penistaan agama yakni ujaran kebencian hingga penyebaran berita bohong dari hasil gelar perkara.