Menurut TB Hasanuddin, yang perlu diperhatikan adalah soal perencaann penggunaan amunisi. Karena, postur pertahanan di bagi menjadi 3 yakni ada Satuan Tempur, Satuan Bantuan Tempur, Satuan Adimistrasi.
Dia berpandangan bahwa Satuan Tempur harus punya porsi latihan lebih banyak dalam menggunakan amunisi. Selain itu perlu juga diperhatikan masa berlaku dari amunisi peluru tersebut.
TB Hasanuddin mengatakan, dalam keterbatasan soal pertahanan, justru TNI punya kemampuan yang handal dari segi berperang dan penggunaan senjara.
Hal itu terbukti dari rangking TNI yang terus melesat naik jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia.
Dirinya juga menjawab soal kemungkinan 10 atau 20 tahun lagi Indonesia akan menghadapi perang terbuka.
Berikut petikan wawancara dengan TB Hasanuddin dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra terkait pertahanan serta alusista TNI di era sekarang ini:
Pak TB, kalau anda diminta saran dan pendapat mana yang lebih urgent untuk kepentingan pertahana dan alusista kita ini. Pesawat atau kapal?
Begini, duitnya ada berapa.
Lalau sama-sama anggaran kita saat ini?
Kalau ini, menurut hemat saya begini, pertama kita harus punya CCTV itu yang utama. Diseluruh wilayah RI.
CCTV itu apa, ketika ada pesawat atau kapal masuk ke wilayah NKRI harus diketahui dulu. Soal nanti apakah dilakukan pencegatan, intersepsi dan sebagainya tergantung kemampuan kita, atau sekalian dihancurkan.
Dilihat dulu, diintersep, kemudian setelah itu ‘oh ini ternyata sesuatu yang membahayakan’. Pentahapannya, itu kita harus punya mata.
Sekarang sedang dibangun, misalnya CCTV di angkatan udara itu radar. Sekarang sedang tahap pemasangan, mungkin sekitar 70 persen, 30 persen blank. Di laut mungkin 50 persen, 50 persennya blank.
Kenapa blank, duitnya kan belum ada. Dan Roma tidak dibangun dalam satu hari.
Jadi ada wilayah blank baik dari pantauan radar di udara dan di laut?