"Ada cara-cara lain untuk membuktikan hasil lulusan mahasiwanya," sambung Nadiem.
Dampaknya, kampus atau prodi semakin bebas mendorong mahasiswa melakukan pendidikan di luar kampus.
Misalnya melalui project best learning, proyek di lapangan, dan proyek riset lainnya.
Menurut Nadiem, kewajiban pukul rata terhadap standar nasional kelulusan kampus sudah tidak relevan lagi digunakan di Indonesia.
Baca juga: Bukan Dihapus, Nadiem Tegaskan Syarat Skripsi agar Lulus Dikembalikan ke Perguruan Tinggi
Penyederhanaan SKS
Nadiem juga membenahi pengaturan waktu tatap muka pembelajaran.
Kemendikbud Ristek melakukan penyederhanaan standar proses pembelajaran yang tadinya diatur secara spesifik.
Sebelumnya dalam 1 SKS ditempuh dalam waktu waktu 50 menit per minggu.
Sekarang pemerintah mendefinisikan satu SKS sebagai 45 jam per semester.
Hal ini disebabkan banyaknya mahasiswa yang keluar kampus untuk mengerjakan hal lain, misalnya proyek.
"Pembagian SKS udah nggak relevan lagi, kita harus secara preskriptif mengatur komposisi dari harus berapa di dalam ruang kelas, berapa yang jam waktu PR ya dan lain-lain, kegiatan mandiri berapa, ini udah tidak relevan lagi di dunia sekarang setiap mata kuliah setiap prodi akan punya standarnya sendiri."
"Kami tidak bisa melakukan itu kalau standarnya sangat kaku dan preskriptif, sehingga sekarang kami mendefinisikan satu SKS itu sebagai 45 jam per semester dan pembagian waktu itu ditentukan masing-masing perguruan tinggi, terserah itu big deal-nya," ungkap Nadiem.
Penilaian dan mata kuliah sekarang juga tidak bisa berbentuk penilaian lulus atau tidak lulus.
"Misalnya mereka mahasiswa bermitra dengan satu industri untuk satu semester ada pelatihan tertentu, sangat merepotkan perguruan tingginya dan merepotkan industrinya untuk harus menentukan grade skill yang harus dilakukan oleh industrinya."
"Industrinya nggak peduli itu, industrinya cuman mau ini anak pas apa tidak atau dia udah cukup nggak menguasai kompetensi itu," terang Nadiem.
Baca juga: Nadiem Makarim Klarifikasi Skripsi Diubah Jadi Tak Wajib: Jangan Keburu Senang Dulu
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)