TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tak menerima permohonan perkara nomor 86/PUU-XXI/2023 perihal uji materiil UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Permohonan ini dimohonkan oleh Ludjiono, seorang pensiunan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo.
"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan agenda pengucapan putusan, disiarkan Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Rabu (27/9/2023).
MK menyatakan Pemohon tak menguraikan secara jelas kerugian konstitusional atas berlakunya norma yang digugat, alasan pengajuan permohonan, serta dasar dan alasan bahwa norma yang digugat bertentangan dengan norma dalam UUD 1945.
Kemudian pada bagian petitum, Pemohon hanya memohon kepada MK agar mengabulkan permohonan uji materi Bab III Bahasa Negara UU 24/2009 yang tanpa pasal bentuk simbol negara yang berbunyi "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia berbentuk Bahasa lisan dan Bahasa tulis serta Aksara negara ialah Aksara Indonesia".
Menurut MK, susunan petitum Pemohon bukan hal lazim dalam sebuah permohonan di MK. Kemudian dalam penjelasan petitumnya, uraian pertimbangan Pemohon dinilai tak jelas alias kabur.
"Dalam perbaikan permohonan tersebut meskipun Pemohon telah menyusun permohonan sesuai dengan sistematika permohonan PMK 2/2021, namun Pemohon tak juga menguraikan dengan jelas antara lain kerugian konstitusional Pemohon yang dikaitkan dengan berlakunya norma yang diajukan pengujian, alasan permohonan Pemohon, serta dasar dan alasan bahwa norma yang diajukan bertentangan dengan norma yang ada dalam UU 1945," kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic.
Oleh karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, Mahkamah tak lagi mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan. Hal-hal lainnya juga tidak dipertimbangkan MK karena dinilai tak punya relevansi.
"Menimbang bahwa terhadap hal-hal selain dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya," ungkap Daniel.
Duduk Perkara
Dalam gugatan ini, Pemohon berpandangan bahwa bahasa Indonesia berbentuk bahasa lisan dan tulis serta aksara negara Indonesia. Namun pada norma tidak disebut secara konkret bentuk atau wujud perincian dari aksara Indonesia.
Pemohon mencontohkan lambang negara yang dikonkretkan dengan Garuda dan punya aturan menghadap ke kanan, serta bendera negara disebutkan punya warna tertentu dan ukurannya.
Baca juga: MK Pastikan Tak Ada Intervensi Pihak Lain dalam Putus Uji Materiil Batas Usia Capres-Cawapres
Akibat tidak disebutkan atau dinormakan secara jelas, Pemohon berpandangan hal itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3), Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36C UUD 1945.
Sehingga dalam petitumnya Pemohon meminta MK menyatakan Bab III bahasa negara UU 24/2009 tentang BBLNLK yang tanpa pasal bentuk simbol negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tak punya kekuatan hukum mengikat.