Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung meminta para kurir saweran dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo untuk berani memberikan kesaksian kepada tim penyidik.
Sebab kesaksian itu dianggap berguna bagi pengembangan perkara, terutama yang berkaitan dengan dugaan aliran dana ke dua lembaga negara yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Apalagi para perantara tersebut, yakni Nistra Yohan dan Sadikin belum pernah mengindahkan panggilan pemeriksaan tim penyidik Kejaksaan Agung.
"Semoga setelah saksi-saksi lain diperiksa, berani memberikan keterangan yang sebenarnya, sehingga kita bisa mengembangkan perkaranya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Minggu (1/10/2023) malam.
Baca juga: Disebut Dalam Sidang Perkara Dugaan Korupsi BTS, Menpora Dito Akan Hormati Proses Hukum
Hingga kini Kejaksaan Agung masih belum melakukan pemanggilan paksa bagi keduanya.
Sebab fakta persidangan yang mengungkap peran mereka masih didalami oleh tim penuntut umum dan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.
Namun peluang pemanggilan paksa untuk meminta klarifikasi dari keduanya masih terbuka.
"Kita mash terus mendalami keterangan dan fakta hukum yang terungkap di persidangan. Tidak menutup kemungkinan kita akan lakukan klarifikasi," kata Ketut.
Dalam persidangan Selasa (26/9/2023) lalu, peran Nistra Yohan dan Sadikin diungkap oleh terdakwa Irwan Hermawan dan tersangka Windi Purnama yang merupakan teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.
Total yang diserahkan kepada Nistra Yohan mencapai Rp 70 miliar.
Uang Rp 70 miliar itu diserahkan untuk Komisi I DPR sebanyak dua kali.
"Berapa diserahkan ke dia?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri kepada Irwan Hermawan dalam persidangan Selasa (26/9/2023).
"Saya menyerahkan dua kali, Yang Mulia. Totalnya 70 miliar," kata Irwan.
Meski mengetahui adanya saweran ke Komisi I DPR, Irwan tak langsung mengantarnya.
Dia meminta bantuan kawannya, Windi Purnama untuk mengantar uang tersebut kepada Nistra Yohan.
Windi pun mengakui adanya penyerahan uang ke Nistra.
Namun pada awalnya, dia hanya diberi kode K1 melalui aplikasi Signal.
"Pada saat itu Pak Anang mengirimkan lewat Signal itu K1. Saya enggak tahu, makanya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa. Oh katanya Komisi 1," ujar Windi Purnama dalam persidangan yang sama.
Sementara untuk oknum BPK, diduga ada Rp 40 miliar mengalir ke sana.
Sama seperti ke Komisi I DPR, uang ke BPK juga diantar oleh Windi Purnama.
Windi saat itu bertemu langsung dengan perantara pihak BPK, Sadikin atas arahan Anang Achmad Latif.
"Nomor dari Pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat Signal. Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK, Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," ujar Windi Purnama.
Total uang yang diserahkan Windi untuk oknum BPK mencapai Rp 40 miliar.
Uang itu diserahkannya dalam satu tahap dalam bentuk mata uang asing tunai.
"Rp 40 miliar. Uang asing pak. Saya lupa detailnya. Mungkin gabungan Dolar AS dan Dolar Singapura," kata Windi.