Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Utama Politik Keamanan LAB 45 Reine Prihandoko mengatakan bahwa industri pertahanan Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari aspek ekonomi, birokrasi dan politik, hingga institusional.
Hal itu disampaikannya dalam seminar "Optimasi Industri Pertahanan Nasional Indonesia" di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjung Pinang, pada Selasa (24/10/2023).
"Padahal kemandirian industri pertahanan dibutuhkan untuk membangun kekuatan pertahanan Indonesia yang berdaya gentar," katanya.
Ia mengatakan untuk mengatasi tantangan tersebut bisa diupayakan dengan memperhatikan skala keekonomian (economies of scale) yang mengubah belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) menjadi investasi pertahanan.
Selain itu mengeksplorasi potensi kerja sama dengan mitra asing seperti pembangunan pusat pemeliharaan dan perawatan (MRO).
Baca juga: Perkuat Pertahanan Siber, Prajurit TNI Diminta Kuasai Literasi Digital
"Optimalisasi industri pertahanan nasional pada akhirnya diharapkan mampu mengakselerasi kemandirian industri pertahanan Indonesia dalam memproduksi alutsista hingga komponennya yang bersaing dalam rantai pasok global, serta terciptanya konektivitas pertahanan nasional dalam bentuk keterpaduan penggunaan alutsista modern oleh prajurit lintas matra, termasuk yang berteknologi dual-use," tuturnya.
Ia mengatakan memasuki dekade kedua abad ke-21, gejolak geopolitik makin intens dengan fenomena disrupsi rantai pasok dan tren teknologi militer baru yang mengubah arah peperangan.
Keberadaan sistem senjata otonom, robotika, machine learning, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) menghadirkan peluang dan tantangan baru bagi industri pertahanan.
"Untuk menghadapi situasi geopolitik yang semakin kompleks, Indonesia perlu melakukan transformasi industri pertahanan agar menjadi pemain unggul di arena global," katanya.
Sementara itu Direktur Semar Sentinel Alban Sciascia menilai bahwa saat ini dibutuhkan peta jalan yang tidak hanya untuk pengadaan alutsista berteknologi terkini. Namun, juga untuk menciptakan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan pertahanan dan keamanan dengan jaminan manfaat bagi industri pertahanan nasional seperti melalui ofset dan alih teknologi.
"Selain itu, penting untuk mendorong kerja sama sektor swasta dan publik demi industri pertahanan yang lebih optimal," tuturnya.
Dosen Teknik Perkapalan UMRAH Muhd. Ridho Baihaque menyampaikan bahwa pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam perancangan kapal menjadi salah satu inovasi dalam optimalisasi industri pertahanan Indonesia agar sejalan dengan perkembangan teknologi mutakhir.
Selain itu teknologi panel surya menjadi generator perkapalan yang mampu menyalurkan energinya sebagai pengganti daya utama sistem kelistrikan.
"Inovasi ini membantu menghemat bahan bakar selama operasional dan mampu mengoptimalkan durasi operasional kapal," katanya.