Selain bisa mendapat uang dari menjual sampah yang layak jual, Bank Sampah Rukun Santoso mampu menyulap sampah menjadi tas hingga baju.
Bahannya dari sampah-sampah yang digolongkan sebagai sampah layak kreasi.
"Misal tutup botol, atau botol yang masih bersih, disendirikan. Botolnya bisa dipakai membuat vas bunga. Kemudian plastik yang mengandung alumunium foil," ujar Sriyono.
Plastik sampah itu dicuci, dikeringkan, kemudian dicacah menjadi potongan kecil alias kawul sebagai isian tas hingga baju dan topi.
Proses pengumpulan hingga pembuatan aneka produk kreatif ini memberdayakan warga setempat.
"Misalnya pembuatan tas, desainernya ada sendiri, yang jahit sendiri, yang ngisi kawul ada sendiri, jadi bisa merata," ujarnya.
"Yang terlibat banyak, yang memilah sampah ada 2, yang mengambil sampah 2, penjahit ada 6, yang mengisi kawul ada 4 orang," imbuhnya.
Produk yang sudah jadi kemudian dijual melalui satu pintu, yaitu distro Bank Sampah Rukun Santoso.
Harga produknya beragam, dari Rp 10 ribu hingga ratusan ribu.
Pendapatan dari produk kreatif ini bisa mencapai Rp 15 juta dalam satu bulan.
Selain para wisatawan, ada juga tengkulak yang memborong untuk dijual kembali.
Ekspor hingga Eropa
Produk yang dibuat komunitas Bank Sampah Rukun Santoso tercatat sudah tembus ekspor ke sejumlah negara.
"Pernah dibawa ke Prancis, Belanda, Swedia, India, Inggris. Juga sempat mau ke Kosta Rika namun tidak jadi karena pandemi," ungkap Sriyono.