“Kami mendukung net zero emission pada 2050 namun di antaranya 2030 mencapai target pemenuhan jejak karbon dari operasional secara signifikan. Mulai dari penggunaan energi terbarukan, pengurangan energi fosil dan memastikan produk dihasilkan melalui sistem pertanian regeneratif. Komoditas yang dipakai tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi,” katanya.
Baca juga: PP Muhammadiyah Setuju Pengungsi Rohingya Ditampung di Pulau Galang
Danone Indonesia sejak tahun 2017 telah mengembangkan inovasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTSA) di beberapa pabrik dan memiliki komitmen untuk menerapkannya di semua pabriknya di Indonesia pada tahun 2025
Selain itu, tambah Ratih Danone berupaya memastikan penggunaan kemasan mengandung material daur ulang karena jika tidak, maka akan berkontribusi emisi gas rumah kaca.
Kemudian sistem logistik harus lebih efisien dan meminimalisasi sampah.
Ia berharap sejumlah langkah pro lingkungan itu bisa diiringi iklim kondusif agar industri menjadi lebih mudah dalam memanfaatkan energi terbarukan.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dra Mutia Hariati Hussin, M.Si, mengemukakan gap antara porsi kebijakan dengan penerapan di lapangan yang memicu persoalan-persoalan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
“Kalau dari segi kebijakannya sudah banyak yang dihasilkan dan kelihatannya hanya untuk memenuhi kewajiban kita sebagai negara yang menandatangani berbagai perjanjian lingkungan banyak kita punya macam-macam, ada SDG’s, MDG’s,” kata Mutia.
Mutia mencontohkan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP) tahun 2024-2045 belum terlihat aktivitas yang dikerjakan oleh masyarakat, “Jangan sampai kita kehilangan lagi kesempatan dalam program jangka panjang itu dan tidak membuat program-program atau policy yang indah-indah oleh negara, tapi tidak mampu diimplementasi oleh akar rumput” ujar Mutia
(*)