Selain itu juga untuk mencegah terjadinya benturan dengan masyarakat serta mencegah upaya melarikan diri atau praktik penyelundupan lebih lanjut terhadap pengungsi sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dan fungsi Kamtibmas Polri.
Kelima, kata dia, memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerjasama dengan otoritas keamanan di ASEAN serta Interpol untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia terutama terhadap pengungsi Rohingya.
Keenam, memastikan Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi secara maksimal sesuai mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Ketujuh, mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan untuk pro aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap penanganan pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Kedelapan, mendorong Kementerian Luar Negeri agar mengambil langkah-langkah diplomasi dan intervensi secara lebih maksimal terutama melalui forum-forum bilateral, regional, maupun multilateral terkhusus forum-forum PBB dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar.
"Terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional terhadap etnis Rohingya," kata dia.
Kesembilan, mendorong Kementerian Luar Negeri mengambil langkah-langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Langkah yang dimaksud yakni dalam rangka memastikan negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 agar berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya.
Kesepuluh, memastikan tersedianya opsi-opsi terbaik selama proses penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia.
Hal tersebut, kata dia, mengingat opsi mengembalikan ke negara asal bagi Pengungsi Rohingya tidak dapat dilakukan jika para pengungsi tersebut berpotensi berada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
"Hal ini sesuai dengan prinsip non-refoulement yang tercantum dalam Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia," kata dia.
Kesebelas, melakukan upaya-upaya pencegahan melalui Kementerian Dalam Negeri dan institusi Polri.
Hal tersebut perlu dilakukan guna menghindari keterlibatan (pemanfaatan) Warga Negera Indonesia (terutama warga lokal di Aceh) sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia maupun jaringan perdagangan orang.
Pada 27 sampai 28 Desember 2023, kata dia, Komnas HAM melakukan pemantauan atas pelaksanaan rekomendasi tersebut di Banda Aceh.