Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan ekspose atau gelar perkara terhadap kasus dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan rumah tahanan negara (rutan) KPK.
Atas dasar itu, perkara yang semula ada ditahap penyelidikan telah naik ke tingkat penyidikan.
"Dan untuk perkara pungli rutan itu pun sudah disepakati untuk naik ke tahap penyidikan dan diekspose," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Jumat (26/1/2024).
Alex menegaskan kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan ini tak mengganggu proses persidangan di Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Karena seperti diketahui, dewas sedang melakukan sidang dugaan pelanggaran etik bagi 93 pegawai yang disinyalir terlibat pungli.
"Proses sidang etiknya sedang berjalan dan disebutkan juga bahwa praktik ini sudah lama. Secara terstruktur itu tahun 2018, di periode pertama saya sudah terjadi, itu kita enggak kembangkan," tandas Alex.
"Begitu ada dugaan pungli, kita hanya mecat, tidak mendalami lebih lanjut apakah praktik seperti itu berjalan secara masif di sana, wah ternyata masih. Ya sudah lah, kita tunggu saja (penanganannya)," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan kasus dugaan pungli di rutan cabang KPK sangat terstruktur.
Ali mengatakan kasus tersebut melibatkan banyak pihak dan sudah terjadi lama.
"Saya ingin sampaikan ini sangat terstruktur karena ada yang bertindak sebagai lurahnya, koordinator di masing-masing hunian, kemudian ada pengepulnya, rekening-rekening yang digunakan bukan rekening dari orang-orang yang ada di rutan cabang KPK. Rekening di luar," kata Ali, Selasa (23/1/2024).
Jubir berlatar belakang jaksa ini menyampaikan KPK ingin menyelesaikan sendiri kasus tersebut mulai dari etik, pidana, hingga disiplin pegawai yang diduga terlibat.
Baca juga: Pungli di Rutan KPK Sangat Terstruktur: 191 Orang Diperiksa, Ada Lurah dan Pengepul
Selain itu, terang Ali, KPK juga akan memperbaiki tata kelola rutan melalui kerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Hal itu dilakukan sebagai wujud komitmen KPK dalam menerapkan zero tolerance terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.