Diduga, terjadi sejak 2018-2023.
Para petugas rutan ini melakukan aksinya dengan sebuah sistem dan struktur yang dibangun: "lurah" sebagai pengepul sekaligus penyalur pungli.
Pungli diterima dari tahanan yang telah dikumpulkan oleh korting atau koordinator tempat tinggal alias ketua dari para tahanan.
Siklus tersebut beroperasi terus berdasarkan permintaan fasilitas dari para tahanan.
Nominal sogokan atau pungli yang diberikan tergantung permintaan fasilitas tambahan yang diinginkan si tahanan, dipesan lewat korting lalu selanjutnya disalurkan lurah ke pegawai-pegawai yang bersangkutan.
Sistem ini bisa disebut cara penyaluran satu pintu. Meski, lurah dan kortingnya berganti-ganti, menyesuaikan mutasi.
Korting juga menyesuaikan keluar-masuknya tahanan. Sistem terstruktur ini ternyata dibuat oleh seorang bernama Hengki.
Hengki disebut sebagai orang awal yang menunjuk dan membuat istilah lurah.
“Dialah yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai lurah, yang mengumpulkan uang dari tahanan. Tahanan itu sendiri sudah dikoordinasikan oleh seorang yang dituakan di situ, diberi nama ‘korting’, Koordinator Tempat Tinggal. Nah, itulah yang mengkoordinir setiap bulannya dari para tahanan-tahanan, setelah terkumpul diserahkan kepada ‘lurah’, siapa yang menunjuk lurah ini pada awalnya adalah Hengki,” terang Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Kasus pungli ini diduga melibatkan setidaknya 93 pegawai KPK yang bertugas di rutan.
Kasus ini sudah diusut secara etik oleh Dewas KPK.
Kini tengah diusut pula secara pidana oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Terungkap dalam sidang etik, ada 93 pegawai yang terlibat.
Sebanyak 78 pegawai sudah disanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung.