Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan tak hanya memberikan sanksi permintaan maaf terhadap 90 pegawainya yang terlibat pungutan liar (pungli) di rumah tahanan.
Ke depannya, para pegawai tersebut juga akan dikenakan sanksi disiplin oleh Tim Pemeriksa Inspektorat KPK yang terdiri dari Sekretaris Jenderal, Biro SDM, Biro Umum, dan atasan para pegawai.
"Sekarang dalam tahap pemeriksaan oleh tim inspektorat KPK untuk menjatuhkan hukuman disiplin," kata Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).
Menurut Nawawi, sanksi ini diberikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang disiplin PNS.
Hal itu mengingat para pegawai yang terlibat pungli merupakan bagian dari aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga: Anggotanya Diduga Terlibat Kasus Pungli di Rutan KPK, Polri Tunggu Proses yang Berjalan
Sebagian dari pegawai tersebut pun telah ditetapkan tersangka.
"Sejumlah lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan masih dalam tahapan penyidikan," ujar Nawawi.
Sebelumnya, 78 pegawai KPK telah meminta maaf secara massal di hadapan Pimpinan, Sekretaris Jenderal (Sekjen), dan Dewas KPK pada Senin (26/2/2024).
Permintaan maaf ini merupakan tindak lanjut dari putusan Dewas KPK terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh 90 pegawai KPK.
Di antaranya, 78 orang dikenakan sanksi berat berupa permintaan maaf langsung dan terbuka dan 12 lainnya diserahkan ke Sekjen KPK karena pelanggaran etik yang dilakukan tempus peristiwanya sebelum Dewas terbentuk.
90 pegawai tersebut disidang etik pada Kamis (15/2/2024).
Mereka diketahui memungut pungli dari tahanan KPK setiap bulannya selama 2018-2023.
Pungli yang ditarik itu guna meloloskan para tahanan membawa berbagai barang-barang yang dilarang di rutan, di antaranya handphone.
Mereka disebut mematok biaya bagi para tahanan untuk memasukkan barang-barang "haram" ke dalam rutan sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta. Ada pula yang mematok kisaran Rp20 juta hingga Rp25 juta.
Sementara itu, ada juga yang mematok biaya bulanan untuk penggunaan handphone di dalam rutan yakni Rp5 juta per bulan.
Total nominal uang bulanan yang bisa mencapai Rp70 juta itu lalu dikumpulkan melalui korting, atau tahanan yang "dituakan".
Kemudian, uang itu diserahkan ke sosok "lurah", atau pihak yang mempunyai tugas untuk mengambil uang bulanan dari korting.
Setiap bulannya, para terperiksa disebut menerima uang sekitar Rp3 juta per bulannya dari periode 2018-2023.
Bahkan, sosok Plt. Kepala Rutan atau Karutan dan Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan ada yang menerima uang per bulan masing-masing Rp10 juta dan Rp6 juta per bulan selama periode 5 tahun tersebut.