Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut potensi cuaca ekstrem yakni hujan sedang sampai lebat disertai kilat maupun angin kencang masih akan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia hingga 18 Maret 2024.
Sebelumnya berdasarkan prakiraan cuaca, BMKG menyebut cuaca ekstrem terjadi pada periode 8-14 Maret 2024.
Potensi ini ternyata masih terus berlanjut.
“Ini masih akan berlangsung, berlanjut paling tidak hingga 18 Maret 2024,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers, Kamis (14/3/2024).
Adapun wilayah yang perlu diwaspadai karena terdapat potensi cuaca ekstrem tersebut, meliputi Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat dan Papua.
Untuk cuaca di wilayah Jabodetabek, dominasi cuaca adalah hujan sedang-lebat.
Baca juga: Kepala BMKG Curhat Gedungnya di Kemayoran Bisa Kesedot ke Dalam Tanah
Potensi hujan dengan intensitas sedang-lebat dapat terjadi terutama di wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.
Penurunan intensitas di Jabodetabek akan terjadi mulai 17 Maret 2024.
Peningkatan curah hujan hingga kategori lebat pada wilayah Jabodetabek dapat memicu dampak bencana hidrometeorologi.
Baca juga: Kepala BMKG Sebut Pihaknya Sudah Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Sebelum Banjir Landa Semarang
Pada tanggal 14-16 Maret, wilayah kategori siaga atau potensi bencana hidrometeorologi cukup tinggi yakni di Banten, Kalimantan Tengah dan NTT.
Sementara kategori waspada ada di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.
Selain hujan dengan intensitas sedang sampai lebat, BMKG juga perlu diwaspadai dampak dari bibit siklon tropis 91s di selatan Jawa, dan bibit siklon tropis 94s di NTT memberikan dampak berupa peningkatan kecepatan angin hingga mencapai 35 knot.
“Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan gelombang di beberapa wilayah perairan Indonesia,” kata Dwikorita.